Amalia - Material Bangunan

i

ii

iii MATERIAL BANGUNAN Amalia Nunung Martina Muhtarom Riyadi

iv

v MATERIAL BANGUNAN

vi Hak Cipta Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta • Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). • Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). • Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ a tau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ a tau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). • Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

vii MATERIAL BANGUNAN Amalia Nunung Martina Muhtarom Riyadi Penerbit PNJ Press Anggota APPTI No: 001.004.1.06.2018

viii MATERIAL BANGUNAN Amalia Nunung Martina Muhtarom Riyadi Editor Rimsky K. Judisseno, Arliandy Pratama Desain Sampul & Tata Letak Dimas Surya Perdana Penerbit PNJ Press Gedung Q, Politeknik Negeri Jakarta, Jl. G.A. Siwabessy, Kampus Baru UI, Depok Cetakan Pertama, November 2021 ISBN : 978-623-7342-72-4 Hak Cipta Dilindungi Oleh Undang-Undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

ix PRAKATA Puji syukur kami panjatkankepadaAllahSWTyang telahmemberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan Buku Ajar dengan judul “ MATERIAL BANGUNAN”. BukuAjar ini disusun dengan tujuan sebagai bahan acuan mahasiswa untuk mata kuliah Teknologi Bahan I. Buku ini merupakan kumpulan dan perluasan catatan hasil pengalaman penulis selama mengajar dan meneliti di bidang material di Politeknik Negeri Jakarta. Buku dilengkapi dengan gambar pendukung, tabel, contoh soal dan latihan soal yang memungkinkan mahasiswa dapat belajar secara mandiri. Selama pelaksanaan penulisan buku ajar ini kami banyak mendapatkan bantuan dari semua pihak. Oleh Karena itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimaksih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan buku ini. Penulis menyadari bahwa hasil tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Semoga buku yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan dapat membantu mahasiswa maupun pembaca dalam mencapai kompetensi di bidang material beton. Depok, Mei 2021 Penyusun

x KATA PENGANTAR Buku disusun sesuai dengan capaian pembelajaran mata kuliah Teknologi Bahan 1 yangmerupakan bagian dari capaian pembelajaran lulusan program studi D3 Konstruksi Sipil. Buku ini terdiri dari 9 bab. Bab 1 berisi diskripsi mata kuliah Teknologi Bahan1, bab 2 membahas tentang batu alam termasuk syarat batu alam sebagai material bangunan. Bab 3membahas tentang agregat, sifat, syarat dan cara pengujian agregat. Bab 4 membahas bahan perekat hidrolis, sifat dan syarat sebagai bahan perekat bahan bangunan. Bab 5 membahas tentang air dan persyaratannya yang digunakan sebagai salah satu bahan penyusun material bangunan. Bab 6 membahas admixture, bab 7 membahas logam, bab 8 membahas keramik bangunan, serta bab 9 membahas tentang kayu dan bambu. Buku ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran membangun dari pembaca. Terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diterbitkannya buku sederhana ini. Depok, Mei 2021 Penyusun

xi DAFTAR ISI PRAKATA KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I. PENDAHULUAN BAB II. BATU ALAM BAB III. AGREGAT BAB IV. BAHAN PEREKAT HIDROLIS BAB V. AIR BAB VI. ADMIXTURE BAB VII. LOGAM BAB VIII. KERAMIK BANGUNAN BAB IX . KAYU DAN BAMBU DAFTAR PUSTAKA BIOGRAFI SINGKAT ix x xi xii xiii 1 5 21 75 117 123 133 145 173 211 212

xii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 : Siklus Terbentuknya Batu Alam Gambar 2.2 : Batu Kapur Gambar 2.3 : Batu Dolomit Gambar 2.4 : Batu Marmer Gambar 2.5 : Tanah Trass Gambar 2.6 : Batu Andesit Gambar 2.7 : Pasir Gunung Gambar 2.8 : Batu Granit Gambar 3.1 : Proses Pembuatan Agregat Batu Pecah Gambar 3.8 : Susunan Butiran Pasir menurut British Standard Gambar 4.1 : Proses Pengolahan Kapur Gambar 4.2 : Proses Pembuatan Semen Gambar 4.3 : Poses Pembuatan Semen Cara Kering Gambar 7.1 : Proses Pembuatan Baja Gambar 7.2 : Diagram Tegangan Regangan Baja Gambar 9.1 : Bagian-bagian Kayu Gambar 9.2 : Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Kayu Gambar 9.3 : Pola Pemotongan Contoho Uji Kayu Bulat 6 9 9 10 11 12 13 14 26 52 80 94 96 137 142 176 179 193

xiii DAFTAR TABEL Tabel 2.1 : Syarat Mutu Batu Alam Untuk Bangunan, Tabel 3.1 : Persyaratan Kekerasan Agregat Untuk Beton Tabel 3.2 : Syarat Gradasi Agregat Halus Menurut ASTM Tabel 3.3 : Syarat Mutu Agregat Untuk Beton Aspal Menurut SNI 1737–1989–F Tabel 3.4 : Ukuran Bukaan dan Ukuran Saringan dari Satu Set Ayakan Tabel 3.5 : Ukuran lubang Ayakan Standar ASTM, BS dan ISO Tabel 3.6 : Contoh Data Hasil Analisa Ayak Tabel 3.7 : Perhitungan MHB Pasir Tabel 3.8 : Perhitungan MHB Kerikil Tabel 3.9 : Gradasi Agregat Halus Menurut Bs Tabel 3.10 : Gradasi Kerikil Menurut Bs Tabel 3.11a : Persen Butiran Yang Lewat Ayakan (%) Untuk Agregat Dg Diamter Mak 40 Mm Tabel 3.11b : Persen Butiran Yang Lewat Ayakan (%) Untuk Agregat Dg Diamter Mak 30 Mm Tabel 3.11c : Persen Butiran Yang Lewat Ayakan (%) Untuk Agregat Dg Diamter Mak 20 Mm Tabel 3.11d : Persen Butiran Yang Lewat Ayakan (%) Untuk Agregat Dg Diamter Mak 10 Mm Tabel 3.12 : Data analisa ayak pasir A dan pasir B Tabel 3.13 : Contoh Perhitungan Menggabungkan Dua Macam Pasir Yang Gradasinya Berbeda 17 35 37 39 45 46 47 48 49 50 52 53 54 55 56 60 63

xiv Agar Diperoleh Gradasi Pasir Yg Baik Tabel 4.1 : Komposisi Kimia Pozollan Tabel 4.2 : Sifat-sifat Senyawa Semen Tabel 4.3 : Komposisi Kimia Semen Portland Menurut Jenisnya Tabel 4.4 : Syarat Kimia Semen Portland Tabel 4.5 : Syarat Fisika Semen Portland Tabel 4.6. : Komposisi Senyawa Kimia Semen Tabel 4.7. : Syarat Kimia Semen Portland Tabel 4.8. : Syarat Fisika Semen Portland Tabel 9.1. : Jenis Kayu Berdasarkan Tingkat Keawetannya Tabel 9.2. : Jenis Kayu Berdasarkan Kekuatannya 88 88 102 106 110 110 111 112 177 178

xv

xvi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Gambaran umum Materi Kuliah Mata kuliah teknologi bahan 1 akan membekali mahasiswa dengan pengetahuan tentang bahan-bahan bangunan sipil meliputi, batu alam, agregat, keramik bangunan, logam, kayu, bambu, bahan perekat hidrolis, admixture, air dan bahan bangunan dari semen. 1.2.Tujuan Pembelajaran Umum Setelah mengikuti mata kuliah Teknologi Bahan I ini, diharapkan mahasiswa memiliki kompetensi untuk menjelaskan halhal terperinci tentang bahan bangunan, metode dan prosedur pengujian sifat fisik dan mekanis pada bahan bangunan sipil sesuai persyaratan/ spesifikasi. 1.3.Gambaran Umum Isi Buku Ajar Teknologi Bahan I Perkembangan industri konstruksi semakin berkembang pesat. Perkembangan ini diikuti oleh penemuan-penemuan inovasi bahan bangunan. Untuk mendukung pembangan teknologi konstruksi yang semakin maju diperlukan material/ bahan bangunan yang bermutu dan berkualitas tinggi. Oleh karena itu perlu pengetahuan tentang jenis dan karakteristik dari material/bahan konstruksi.

2 Bahan-bahan bangunan utama yang memikul beban dan biasa digunakan pada konstruksi adalah beton. Untuk menghasilkan beton yang baik dan mempunyai kekuatan sesuai persyaratan konstruksi diperlukan pengetahuan tentang bahan-bahan penyusun beton. Bahan-bahan penyusun beton terdiri dari agregat, bahan perekat dan air. Perkembangan akhir-akhir ini penggunaan admixture/bahan tambah untuk memperbaiki sifat beton semakin umum digunakan. Buku ini menguaraikan tentang batu alam sebagai dasar untuk mempelajari agregat, agregat, bahan perekat, air dan admixture. Selain bahan bangunan penyusun beton, pengetahuan tentang bahan logam/baja juga sangat diperlukan, karena untuk mengetahui karakteristik baja yang digunakan untuk tulangan beton maupun baja konstruksi (baja profil). Bahan bangunan yang juga akan dibahas adalah tentang keramik, kayu dan bambu. Bahan-bahan ini sangat umum digunakan di bidang bangunan. Oleh karena itu perlu pengetahuan tentang bahan-bahan tersebut. Buku ini terdiri dari 9 bab yang meliputi : bab 2 tentang batu alam, bab 3 tentang agregat, bab 4 bahan perekat hidrolis, bab 5 air, bab 6 admixture, bab 7 logam, bab 8 keramik bangunan dan bab 9 tentang kayu dan bambu. Adapun standar-standar yang digunakan untuk pengujian bahan, syarat mutu bahan digunakan standar Indonesia terdiri dari : SII, SNI, SK-SNI, PKKI dan Peraturan Bahan Bangunan Indonesia. Sedangkan peraturan asing yang digunakan adalah ACI, ASTM dan British Standard tentang bahan bangunan.

3 1.4.Proses Pembelajaran Proses belajar mengajar pada mata kuliah Teknologi Bahan I menggunakan metode ceramah dan tugas mandiri. Materi perkuliahan disampaikan dengan metode ceramah untuk memberikan bekal kepada mahasiswa. Selanjutnya mahasiswa diberikan tugas untuk membuat makalah tentang bahan bangunan sesuai topik-topik yang terdapat di dalam Teknologi Bahan I. Untuk mengevaluasi keberhasilan proses belajar mengajar, mahasiswa diharuskan mempresentasikan hasil tulisan/makalah yang sudah dibuat. Dengan mempresentasikan hasil tulisan masing-masing mahasiswa diharapkan kompetensi terutama softskill mahasiswa meningkat.

4

5 BAB II BATU ALAM 2.1. Pendahuluan Pada bab ini disajikan topik tentang batu alam. Pembahasan terdiri dari sikulus terbentuknya batu alam, jenis-jenis batu alam untuk bahan bangunan, sifat dan cara pengujian batu alam. 2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus Setelah mengikuti materi ini, diharapkan mahasiswa dapat menjelaskan tentang proses terbentuknya batu alam, menyebutkan jenis-jenis batu alam untuk bahan bangunan dan menjelaskan sifat serta cara pengujian batu alam. 2.3. Kegiatan Belajar 2.3.1. Pengertian: Batu alam adalah: semua bahan yang menyusun kerak bumi dan merupakan suatu agregat mineral-mineral yang telah mengeras akibat proses secara alami seperti, membeku, pelapukan, mengendap dan adanya proses kimia. Unsur-unsur yang membentuk batuan yang merupakan lapisan (kerak) luar bumi:  Oksigen (O2) : 49,4 %  Silisium (Si) : 25,4 %  Aluminium (Al) : 7,5 %

6  Besi ( Fe ) : 4,7 %  Kalsium (Ca) : 3,4 %  Natrium (Na) : 2,6 %  Kalium (K) : 2,4 %  Magnesium (Mg) : 2,0 % 2.3.2. SIKLUS (TERBENTUKNYA) BATU ALAM Gambar 2.1. Siklus Terbentuknya Batu Alam

7 2.3.3. Jenis-Jenis Batu Alam 1) Menurut proses kejadiannya: a. Batuan Beku, yaitu batuan alam yang terjadi karena magma yang berasal dari inti bumi mendapat tekanan dalam keadaan panas sekali dan keluar dalam bentuk cair ke permukaan bumi. Karena pengaruh udara dingin, cairan ini membeku menjadi batu. Batuan ini biasanya berupa batu gunung yang massif dan tebal lapisannya. Contoh batuan beku adalah: obsidian, perlit, Andesit, basalt, dll. b. Batuan Sedimen (batuan lapisan/endapan), yaitu batuan karena pengerasan, pengaruh cuaca, terbawa arus sungai kemudian terendapkan pada dasar sungai, danau atau laut. Contoh batuan sedimen adalah: kapur (batu gamping), batu bara, batu karang, dll. c. Batuan metamorf (batuan alihan/batuan ubahan), yaitu batuan sediment yang terkena pengaruh panas dan tekanan yang cukup beasr sehingga terjadi perubahan pada bentuk dan komposisi. Contoh batuan metamorf adalah: batu bara menjadi intan, batu marmer, batu sabak, antrasit, dll. d. Batuan Robohan, yaitu semacam batuan lapisan yang terdiri dari bermacam mineral kontak. Contoh: pasir, kerikil, batu kali, batu cadas, batu paras, dll. 2) Menurut tegangannya: a. Batu lunak (4 kg/cm2 – 8 kg/cm2), yaitu batu alam yang mudah digali dan dipatahkan dengan tangan. Batu ini

8 mengalami proses pelapukan dan banyak mengandung retakan. b. Batu sedang (8 kg/cm2 – 18 kg/cm2), batuan alam ini sukar digali dengan peralatan tangan. Bagian pecahan/patahan tidak dapat dipatahkan dengan tangan tetapi mudah dihancurkan dengan palu. c. Batu keras (16 kg/cm2 – 50 kg/cm2), yaitu batu alam yang hanya dapat digali dengan memakai bagan peledak. Batu ini tidak banyak mengandung retakan. Jenis-Jenis Batuan Alam yang Digunakan Sebagai Bahan Bangunan: A. Batu Gamping (termasuk batuan sedimen) • Secara kimia batu gamping terdiri atas kalsium karbonat (CaCO3). Selain kalsium karbonat, di alam juga sering dijumpai batu gamping yang mengandung magnesium. • Batu gamping ada yang bersifat padat, keras dan massif. Ada juga batu gamping yang bersifat porous. • Pada umumnya deposit batu gamping ditemukan dalam bentuk bukit. Oleh sebab itu teknik penambangannya dilakukan dalam bentuk tambang terbuka. • Batu gamping yang dikalsinasi ( dipanaskan pada suhu 600°C - 900°C) akan menjadi kapur tohor dan kapur padam. Kapur ini digunakan sebagai bahan perekat hidrolis pada adukan/spesi. Batu gamping juga merupakan bahan baku pembuatan semen Portland.

9 Gambar 2.2. Batu Kapur B. Dolomit • Terjadi karena proses peresapan unsure magnesium dari air laut ke dalam batu gamping • Berfungsi seperti batu gamping. Gambar 2.3. Batu Dolomit

10 C. Marmer • Merupakan hasil metamorfose dari batu gamping. • Bersifat tahan terhadap cuaca, mudah dikerjakan, tidak tahan asam. • Digunakan untuk pelapis dinding dan lantai. Gambar 2.4. Batu Marme D. Gipsum • Ditemukan dalam bentuk lembaran pipih, kristal, serabut di daerah batu gamping. • Gipsum hasil penambangan diolah dengan cara dipanaskan sehingga berbentuk tepung gips. • Digunakan untuk bahan tambah semen portlad, untuk plafond dan partisi. E. Tras • Disebut juga sebagai posolan, terbentuk dari batuan vulkanik yang banyak mengandung feldspar dan silika seperti andesit dan granit yang telah mengalami pelapukan lanjut. Akibat proses pelapukan feldspar akan berubah

11 menjadi mineral lempung/kaolin dan senyawa silika amorf. • Bila dicampur dengan kapur tohor dan air akan mempunyai sifat seperti semen. • Digunakan sebagai bahan pengikat pada adukan, tras dapat dicetak untuk membuat batako. Gambar 2.5. Tanah Trass F. Andesit dan basalt • Merupakan jenis batuan beku luar (hasil pembekuan magma di permukaan bumi). • Bersifat massif, keras, tahan terhadap hujan, mempunyai berat jenis 2,3-2,7, kuat tekan 600 – 2400 kg/cm2. • Digunakan untuk pondasi, penutup lantai, dinding. Apabila dipecah/dihancurkan dengan palu atau crusher dengan ukuran tertentu menjadi batu pecah (kerikil) dan

12 pasir yang digunakan untuk bahan campuran beton dan jalan. Gambar 2.6. Batu Andesit G. Pasir Gunung Api • Merupakan bahan lepas berbentuk butiran pasir yang dihasilkan pada saat gunung api meletus. Pada saat turun hujan di puncak gunung, maka tupukan pasir akan lonsor terbawa air ke sungai. • Digunakan sebagai bahan pengisi pada campuran beton, adukan, dll.

13 Gambar 2.7. Pasir Gunung H. Granit dan diorit. • Merupkan batuan beku dalam yang terjadi dari proses pembekuan magma di dalam kulit bumi. • Bersifat keras, tahan cuaca dan asam, sukar dikerjakan, mempunyai kuat tekan 1000 – 2500 kg/cm2, dengan berat jenis 2,6 – 2,7. • Digunakan untuk pelapis dinding dan lantai.

14 Gambar 2.8. Batu Granit 2.3.4. SIFAT-SIFAT FISIK BATU ALAM DAN PENGUJIANNYA a. Sifat Fisik batu alam untuk bangunan • Mempunyai kuat tekan dan kuat lentur yang tinggi • Keras dan tidak mudah hancur • Daya serap air relative kecil • Tahan terhadap pengaruh cuaca • Tahan terhadap keausan

15 b. Pengujian Batu Alam, meliputi : • Analisa Petrografi, analisa batuan secara mikroskopis untuk mengetahui jenis, tekstur, struktur komposisi mineral dan nama batuan. • Analisa kimia, analisa batuan secara kimia untuk mengetahui komposisi kimia batuan. • Analisa defraktometer sinar X, digunakan pada batuan yang berbutir sangat halus seperti tanah liat untuk mengetahui unsur kimianya. • Analisa besar butir, dilakukan dengan cara diayak menggunakan ayakan berjenjang yang mempunyai ukuran tertentu. • Analisa berat jenis (bulk density), dilakukan dengan cara : batuan dipanaskan dalam oven pada suhu 100°C selama 24 jam, kemudian didinginkan pada suhu kamar. Batuan ditimbang beratnya dan diukur volumenya. Berat jenis batuan diperoleh dengan membagi berat dengan volume. • Pengujian Daya serap air pada batuan. • Pengujian ketahanan batuan terhadap pelapukan, untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh reaksi kimia unsurunsur alkali (K dan Na) pada batuan. Unsur-unsur ini apabila prosentasenya tinggi, akan merugikan bila digunakan untuk agregat pada konstruksi bangunan. • Pengujian ketahanan batuan terhadap keausan, ketahanan batauan terhadap aus ini diartikan sebagai sifat daya tahan batuan terhadap penggosokan bahan lain. Pengujian

16 dilakukan menggunakan bola-bola baja yang terdapat pada mesin LOS ANGELES. • Pengujian Kuat Tekan Bebas. Untuk mencegah kerusakan konstruksi akibat beban yang bekerja, maka agregat harus cukup kuat menahan tekanan. Kuat tekan batuan adalah kemampuan batuan dalam menahan beban yang diberikan sehingga batuan tersebut pertama kali mengalami deformasi.

17 2.3.5. SYARAT MUTU BATU ALAM UNTUK BANGUNAN Tabel 2.1. Syarat Mutu Batu Alam Untuk Bangunan

18 2.3.6. SOAL-SOAL LATIHAN: 1. Jelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi apabila batu alam akan digunakan untuk jalan (minimal 3). 2. Jelaskan jenis-jenis pengujian yang dilakukan untuk mengetahui sifat fisik dan mekanik batu alam (minimal 3). 3. Jelaskan sifat-sifat fisik yang harus dimiliki batu alam yang digunakan untuk bahan bangunan. 4. Jelaskan jenis-jenis batu alam yang digunakan untuk bahan bangunan. 5. Jelaskan siklus terjadinya batu alam. 2.3.7. Tugas Buatlah makalah tentang penggunaan batu alam di bidang bangunan

19 2.4. RANGKUMAN • Batu alam adalah semua bahan yang menyusun kerak bumi dan merupakan suatu agregat mineral-mineral yang telah mengeras akibat proses secara alami seperti, membeku, pelapukan, mengendap dan adanya proses kimia. • Jenis-jenis batu alam menurut terjadinya, yaitu batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf. • Jenis batu alam yang biasa digunakan sebagai bahan bangunan adalah batu gamping, dolomit, andesit, basalt, marmer, tras, pasir gunung berapi, batuan gips dan granit. • Sifat Fisik batu alam yang digunakan untuk bangunan adalah : Mempunyai kuat tekan dan kuat lentur yang tinggi, keras dan tidak mudah hancur, daya serap air relative kecil, tahan terhadap pengaruh cuaca, tahan terhadap keausan. • Pengujian sifat-sifat batu alam meliputi: berat jenis, analisa besar butir, daya serap air, ketahanan terhadap pelapukan dan pengujian kuat tekan serta kekerasan.

20

21 BAB III AGREGAT 3.1.PENDAHULUAN Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton atau mortar. Agregat menempati sebanyak kurang lebih 70 % dari volume beton atau mortar. Oleh karena itu sifat-sifat agregat sangat mempengaruhi sifat-sifat beton yang dihasilkan. 3.2. KLASIFIKASI AGREGAT Berdasarkan asalnya, agregat digolongkan menjadi: a. Agregat alam Agregat yang menggunakan bahan baku dari batu alam atau penghancurannya. Jenis batuan yang baik digunakan untuk agregat harus keras, kompak, kekal dan tidak pipih. Agregat alam terdiri dari : (1) kerikil dan pasir alam, agregat yang berasal dari penghancuran oleh alam dari batuan induknya. Biasanya ditemukan di sekitar sungai atau di daratan. Agregat beton alami berasal dari pelapukan atau disintegrasi dari batuan besar, baik dari batuan beku, sedimen maupun metamorf. Bentukya bulat tetapi biasanya banyak tercampur dengan kotoran dan tanah liat. Oleh karena itu jika digunakan untuk beton harus dilakukan pencucian terlebih dahulu. (2) Agregat batu pecah, yaitu agregat yang terbuat dari batu alam yang dipecah dengan ukuran tertentu.

22 b. Agregat Buatan Agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan khusus (tertentu) karena kekurangan agregat alam. Biasanya agregat buatan adalah agregat ringan. Contoh agregat buatan adalah : Klinker dan breeze yang berasal dari limbah pembangkit tenaga uap, agregat yang berasal dari tanah liat yang dibakar (leca = Lightweight Expanded Clay Agregate), cook breeze berasal dari limbah sisa pembakaran arang, hydite berasal dari tanah liat (shale) yang dibakar pada tungku putar, lelite terbuat dari batu metamorphore atau shale yang mengandung karbon, kemudian dipecah dan dibakar pada tungku vertical pada suhu tinggi. Berdasarkan berat jenisnya, agregat digolongkan menjadi: a. Agregat berat: agregat yang mempunyai berat jenis lebih dari 2,8. Biasanya digunakan untuk beton yang terkena sinar radiasi sinar X. Contoh agregat berat: Magnetit, butiran besi b. Agregat Normal: agregat yang mempunyai berat jenis 2,50 – 2,70. Beton dengan agregat normal akan memiliki berat jenis sekitar 2,3 dengan kuat tekan 15 MPa – 40 MPa. Agregat normal terdiri dari: kerikil, pasir, batu pecah (berasal dari alam), klingker, terak dapur tinggi (agregat buatan). c. Agregat ringan: agregat yang mempunyai berat jenis kurang dari 2,0. Biasanya digunakan untuk membuat beton ringan. Terdiri dari: batu apung, asbes, berbagai serat alam (alam), terak dapur tinggi dg gelembung udara, perlit yang

23 dikembangkan dengan pembakaran, lempung bekah, dll (buatan). Berdasarkan Ukuran Butirannya: • Batu merupakan agregat yang mempunyai besar butiran > 40 mm • Kerikil merupakan agregat yang mempunyai besar butiran 4,8 mm – 40 mm • Pasir merupakan agregat yang mempunyai besar butiran 0,15 mm – 4,8 mm • Debu (silt) merupakan agregat yang mempunyai besar butiran < 0,15 mm Fungsi agregat di dalam beton: • Menghemat penggunaan semen Portland • Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton • Mengurangi penyusustan pada beton • Menghasilkan beton yang padat bila gradasinya baik. 3.3.PENAMBANGAN DAN PENGOLAHAN AGREGAT Teknik penambangan agregat disesuaikan dengan jenis endapan, produksi yang diinginkan dan rencana pemanfaatannya. a. Endapan agregat kuarter/resen Pada jenis endapan ini, tanah penutup belum terbentuk. Endapan didapatkan di sepanjang alur sungai. Keadaan endapannya masih lepas sehingga teknik penambangan permukaan dapat dilakukan

24 dengan alat sederhana seperti sekop dan cangkul. Hasil yg diperoleh diangkut dengan truk untuk dipasarkan. Teknik penambangan ini menghasilkan produksi agregat yang sangat terbatas. Apabila diinginkan produksi dalam jumlah banyak, maka penggalian/pengambilan dilakukan dengan showel dan backhoe. Pemilahan besar butir (untuk memisahkan ukuran pasir dan kerikil) dilakukan secara semi mekanis dengan saringan pasir. Hasil yang sudah dipisahkan kemudian diangkut dengan truk ungkit dengan showel ke tempat penimbunan di luar alur sungai. Teknik penambangan ini dapat dijumpai di sepanjang Sungai Boyong Gunung Merapi dan Sungai Cikunir Gunung Galunggung. b. Endapan agregat yang telah membentuk formasi Tipe endapan ini telah tertutup oleh tanah/soil. Pekerjaan awal dilakukan dengan land clearing/pembersihan tanah penutup. Endapan agregat jenis ini biasanya sudah agak keras dan tercampur dengan lumpur/lempung dan zat-zat organic lain. Untuk mendapatkan agregat yang bersih dari lempung dan zat organic, system penambangan dilakukan dengan cara menggunakan pompa tekan/pompa semprot bertekanan tinggi dan dilakukan pencucian. Model penambangan seperti ini dilakukan di daerah desa Lebak Mekar, kab. Cirebon dan di lereng G. Muria Kab. Kudus.

25 c. Produksi Agregat Dari Batu Pecah Agregat batu pecah diproduksi dari bongkahan-bongkahan batuan hasil peledakan (biasanya batuan andesit dan basalt), kemudian dipecah lagi dengan palu atau alat mekanis (breaker/crusher) untuk disesuaikan ukurannya dengan kebutuhan konsumen. Secara umum, kegiatan pembuatan agregat batu pecah terdiri dari peremukan, pengayakan dan pengangkutan. Hasil dari pengolahan ini berupa batu pecah dengan ukuran ≤ 10 mm, 10 – 20 mm, 20 – 30 mm, 30 – 50 mm, 50 – 75 mm. Proses produksi agregat batu pecah disajikan pada Gambar 3.1.

26 Gambar 3.1. Proses Pembuatan Agregat Batu Pecah 3.4.PENIMBUNAN DAN PENYIMPANAN AGREGAT • Penimbunan agregat di lapangan, harus diberi alas agar tidak bercampur dengan tanah dan Lumpur. Di atasnya ditutup dengan terpal agar terhindar dari hujan, karena agregat yang terlalu basah akan sulit untuk menentukan kadar air semennya pada waktu membuat adukan. • Penimbunan pasir harus lebih tinggi dari permukaan tanah agar terhindar dari aliran air ketika hujan.

27 • Penumpukan pasir hendaknya sedekat mungkin dengan lokasi pekerjaan agar lebih mudah mengambilnya. 3.5.SIFAT – SIFAT FISIK DAN PENGUJIAN AGREGAT Sifat – sifat agregat yang mempengaruhi mutu beton terdiri dari: a. Bentuk butiran dan keadaan permukaan Butiran agregat biasanya berbentuk bulat (agregat yg berasal dari sungai/pantai), tidak beraturan, bersudut tajam dengan permukaan kasar, ada yg berbentuk pipih dan lonjong. Bentuk butiran berpengaruh pada: • luas permukaan agregat • Jumlah air pengaduk pada beton • Kestabilan/ketahanan (durabilitas) pada beton • Kelecakan (workability) • Kekuatan beton Keadaan permukaan agregat berpengaruh pada daya ikat antara agregat dengan semen. Agregat dengan permukaan kasar, mempunyai ikatan yang kuat, sedangkan permukaan agregat yang licin mempunyai ikatan lemah. b. Kekuatan Agregat • Kekuatan Agregat adalah Kemampuan agregat untuk menahan beban dari luar. • Kemampuan agregat meliputi: kekuatan tarik, tekan, lentur, geser dan elastisitas. Yang paling dominant dan diperhatikan adalah kekuatan tekan dan elastisitas.

28 • Kekuatan dan elastisitas agregat dipengaruhi oleh : - jenis batuannya - susunan mineral agregat - struktur/kristal butiran - porositas - ikatan antar butiran • Pengujian kekuatan agregat meliputi: - Pengujian kuat tekan - Pengujian kekerasan agregat dengan goresan batang tembaga atau bejana Rudellof - Pengujian keausan dengan mesin aus LOS ANGELES. c. Berat jenis agregat Berat jenis adalah perbandingan berat suatu benda dengan berat air murni pada volume yang sama pada suhu tertentu. Berat jenis agregat tergantung pada jenis batuan, susunan mineral agregat, struktur butiran dan porositas batuan. Berat jenis agregat ada 3, yaitu: 1) berat jenis SSD, yaitu berat jenis agregat dalam kondisi jenuh kering permukaan, 2) Berat jenis semu, berat jenis agregat yang memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan volume agregat dalam keadaan kering,

29 3) Berat Jenis Bulk, berat jenis agregat yang memperhitungkan berat agregat dalam keadaan kering dan seluruh volume agregat. d. Bobot Isi (Bulk Density) • Bobot isi adalah perbandingan antara berat suatu benda dengan volume benda tersebut. • Bobot isi ada dua: bobot isi padat dan gembur. • Bobot isi agregat pada beton berfungsi untuk klasifikasi perhitungan perencanaan campuran beton. e. Porositas, kadar air dan daya serap air • Porositas merupakan jumlah kadar pori-pori yang ada pada agregat, baik pori-pori yang dapat tembus air maupun tidak yang dinyatakan dengan % terhadap volume agregat. Porositas agregat erat hubungannya dengan berat jenis agregat, daya serap air, sifat kedap air dan modulus elastisitas. • Kadar air agregat adalah banyaknya air yang terkandung dalam agregat. Ada 4 jenis kadar air dalam agregat, yaitu: 1) kadar air kering tungku, yaitu agregat yang benar-benar kering tanpa air. 2) Kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat yang permukaannya kering tetapi mengandung sedikit air dalam porinya sehingga masih dapat menyerap air. 3) Kadar air jenuh kering permukaan (saturated surface-dry = SSD), dimana agregat yang pada permukaannya tidak

30 terdapat air tetapi di dalam butirannya sudah jenuh air. Pada kondisi ini air yang terdapat dalam agregat tidak menambah atau mengurangi jumlah air yang terdapat dalam adukan beton. 4) Kondisi basah, yaitu kondisi dimana di dalam butiran maupun permukaan agregat banyak mengandung air sehingga akan menyebabkan penambahan jumlah air pada adukan beton. Kering tungku Kering udara SSD Basah • Daya serap air adalah kemampuan agregat dalam menyerap air sampai dalam keadaan jenuh. Daya serap air agregat merupakan jumlah air yang terdapat dalam agregat dihitung dari keadaan kering oven sampai dengan keadaan jenuh dan dinyatakan dalam %. Daya serap air berhubungan dengan pengontrolan kualitas beton dan jumlah air yang dibutuhkan pada beton. f. Sifat Kekal Agregat Sifat kekal agregat merupakan kemampuan agregat untuk menahan terjadinya perubahan volumenya yang berlebihan akibat adanya perubahan kondisi fisik. Penyebab perubahan fisik adalah adanya perubahan cuaca dari panas-dingin, beku-cair, basah-kering. Apabila agregat mempunyai sifat tidak kekal, akibat fisik yang ditimbulkan pada beton adalah kerutan-kerutan

31 setempat, retak-retak pada permukaan beton, pecah pada beton yang dapat membahayakan konstruksi secara keseluruhan. Sifat tidak kekal pada agregat ditimbulkan oleh adanya sifat porous pada agregat dan adanya lempung/tanah liat. g. Reaksi Alkali Agregat Reaksi alkali agregat merupakan reaksi antara alkali (Na2O, K2O) yang terdapat pada semen dengan silika aktif yang terkandung dalam agregat. Reaksi alkali hidroksida dengan silika aktif pada agregat akan membentuk alkali-silika gelembung di permukaan agregat. Gelembung bersifat mengikat air yg selanjutnya volume gelembung akan mengembang, pada beton akan timbul retak-retak. Pada konstruksi beton yang selalu berhubungan dengan air (basah) perlu diperhatikan reaksi alkali agregat yang aktif. h. Sifat Termal Sifat termal meliputi koefisien pengembangan linier, panas jenis, dan daya hantar panas. Pengembangan linier pada agregat sebagai pertimbangan pada konstruksi beton dengan kondisi suhu yang berubah-ubah. Sebaiknya koefisien pengembangan linier agregat sama dengan semen. Panas jenis dan daya hantar panas sebagai pertimbangan pada beton untuk isolasi panas. i. Gradasi Agregat Pada beton, gradasi agregat berhubungan dengan kelecakan beton segar, ekonomis dan karakteristik kekuatan beton.

32 3.6.SYARAT AGREGAT MENURUT SII, ASTM DAN SK SNI 3.6.1. Syarat Mutu Agregat Untuk Beton Syarat Mutu menurut SK SNI S – 04 – 1989 – F a. Agregat Halus (pasir): 1) Butirannya tajam, kuat dan keras 2) Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca. 3) Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut: a) Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12 % b) Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 % 4) Agregat halus tidak boleh mengandung Lumpur ( bagian yang dapat melewati ayakan 0,060 mm) lebih dari 5 %. Apabila lebih dari 5 % maka pasir harus dicuci. 5) Tidak boleh mengandung zat organik, karena akan mempengaruhi mutu beton. Bila direndam dalam larutan 3 % NaOH, cairan di atas endapan tidak boleh lebih gelap dari warna larutan pembanding. 6) Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik, sehingga rongganya sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 1,5-3,8. Apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan, harus masuk salah satu daerah susunan butir menurut zone 1, 2, 3 atau 4 dan harus memenuhi syarat sebagai berikut : a) sisa di atas ayakan 4,8 mm, mak 2 % dari berat b) sisa di atas ayakan 1,2 mm, mak 10 % dari berat

33 c) sisa di atas ayakan 0,30 mm, mak 15 % dari berat 7) Tidak boleh mengandung garam b. Agregat Kasar (Kerikil) : 1) Butirannya tajam, kuat dan keras 2) Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh cuaca. 3) Sifat kekal, apabila diuji dengan larutan jenuh garam sulfat sebagai berikut: a. Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 12 % b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 % 4) Agregat kasar tidak boleh mengandung Lumpur ( bagian yang dapat melewati ayakan 0,060 mm) lebih dari 1 %. Apabila lebih dari 1 % maka kerikil harus dicuci. 5) Tidak boleh mengandung zat organik dan bahan alkali yang dapat merusak beton. 6) Harus mempunyai variasi besar butir (gradasi) yang baik, sehingga rongganya sedikit. Mempunyai modulus kehalusan antara 6 – 7,10 dan harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. sisa di atas ayakan 38 mm, harus 0 % dari berat b. sisa di atas ayakan 4,8 mm, 90 % - 98 % dari berat c. Selisih antara sisa-sisa komulatif di atas dua ayakan yang berurutan, mak 60 % dan min 10 % dari berat. 7) Tidak boleh mengandung garam.

34 Syarat Mutu Agregat Menurut SII 0052-80 a. Agregat Halus 1) Susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara 2,50 – 3,80. 2) Kadar Lumpur atau bagian butir lebih kecil dari 70 mikron, mak 5 % 3) Kadar zat organic ditentukan dengan larutan Na-Sulfat 3 %, jika dibandingkan warna standar tidak lebih tua daripada warna standar. 4) Kekerasan butir jika dibandingkan dengan kekerasan butir pasir pembanding yang berasal dari pasir kwarsa Bangka memberikan angka hasil bagi tidak lebih dari 2,20. 5) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat : a. Jika dipakai Natrium Sulfat , bagian yg hancur mak 10 %. b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur mak 15 %. b. Agregat Kasar 1) Susunan besar butir mempunyai modulus kehalusan antara 6,0 – 7,10. 2) Kadar Lumpur atau bagian butir lebih kecil dari 70 mikron, mak 1 %. 3) Kadar bagian yang lemah diuji dengan goresan batang tembaga, mak 5 %. 4) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat : a. Jika dipakai Natrium Sulfat , bagian yg hancur mak 12 %.

35 b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur mak 18 %. 5) Tidak bersifat reaktif alkali, jika di dalam beton dengan agregat ini menggunakan semen yang kadar alkali sebagi Na2O lebih besar dari 0,6 %. 6) Tidak boleh mengandung butiran panjang dan pipih lebih dari 20 % berat. 7) Kekerasan butir ditentukan dengan bejana Rudellof dan dengan bejana Los Angeles seperti pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Persyaratan Kekerasan Agregat Untuk Beton Kelas dan Mutu Beton Kekerasan dg bejana Rudellof, bg. Hancur menembus ayakan 2 mm, mak , % Kekerasan dg bejana geser Los Angeles, bag hancur menembus ayakan 1,7 mm, mak, % Fraksi Butir 1930 mm Fraksi Butir 9,519 mm Beton kelas I 22 - 30 24 - 32 40 - 50 Beton kelas II 14 - 22 16 - 24 27 - 40 Beton kelas III/beton pratekan kurang dari 14 kurang dari 16 kurang dari 27 Syarat Mutu Agregat Menurut ASTM C33-86 a. Agregat Halus 1) Kadar Lumpur atau bagaian butir lebih kecil dari 75 mikron (ayakan no 200), dalam % berat, mak: - Untuk beton yg mengalami abrasi: 3,0 - Untuk jenis beton lainnya: 5,0

36 2) Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah direpihkan, mak 3,0 %. 3) Kandungan arang dan lignit: - Bila tampak, permukaan beton dipandang penting kandungan mak 0,5 %. - Untuk beton jenis lainnya 1,0 %. 4) Agregat halus bebas dari pengotoran zat organic yang merugikan beton. Bila diuji dengan larutan Natrium Sulfat dan dibandingkan dengan warna standar, tidak lebih tua dari warna standar. Jika warna lebih tua maka agregat halus itu harus ditolak, kecuali apabila: a. Warna lebih tua timbul oleh adanya sedikit arang lignit atau yg sejenisnya. b. Diuji dengan cara melakukan percobaan perbandingan kuat tekan mortar yg memakai agregat tersebut terhadap kuat tekan mortar yg memakai pasir standar silika, menunjukkan nilai kuat tekan mortar tidak kurang dari 95 % kuat tekan mortar memakai pasir standar. Uji kuat tekan mortar harus dilakukan sesuai dengan cara ASTM C87. 5) Agregat halus yg akan dipergunakan untuk membuat beton yg akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yg berhubungan dg tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yg bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yg jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yg berlebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif

37 terhadap alkali boleh dipakai untuk membuat beton dengan semen yg kadar alkalinya dihitung sebagai setara Natrium Oksida (Na2O + 0,658 K2O) tidak lebih dari 0,60 % atau dengan penambahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian yang membahayakan akibat reaksi alkali agregat tersebut. 6) Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh Garam-Sulfat: a. Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian yg hancur mak 10 %. b. Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian yang hancur mak 15 %. 7) Susunan besar butir (gradasi). Agregat halus harus mempunyai susunan besar butir dalam batas-batas seperti pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Syarat Gradasi Agregat Halus Menurut ASTM Ukuran Lubang Ayakan (mm) Prosentase Lolos Komulatif (%) 9,5 100 4,75 95-100 2,36 80-100 1,18 50-85 0,60 25-60 0,30 10-30 0,15 2-10 agregat halus tidak boleh lebih mengandung bagian yang lolos lebih dari 45 % pada suatu ukuran ayakan dan tertahan

38 pada ayakan berikutnya. Modulus kehalusannya tidak kurang dari 2,3 dan tidak lebih dari 3,1. b. Agregat Kasar 1) Agregat kasar yg akan dipergunakan untuk membuat beton yg akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yg berhubungan dg tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yg bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yg jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yg berlebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali boleh dipakai untuk membuat beton dengan semen yg kadar alkalinya dihitung sebagai setara Natrium Oksida (Na2O + 0,658 K2O) tidak lebih dari 0,60 % atau dengan penambahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian yang membahayakan akibat reaksi alkali agregat tersebut. Syarat yang lain untuk agregat kasar seperti pada SII. 3.6.2. Syarat Mutu Agregat Untuk Beton Aspal Menurut SNI 1737–1989–F Syarat mutu agregat untuk beton aspal disajikan pada Tabel 3.3.

39 Tabel 3.3. Syarat Mutu Agregat Untuk Beton Aspal Menurut SNI 1737–1989–F No Jenis Pengujian Persyaratan Satuan Min Max 1 Abrasi 40 % 2 Impact 30 % 3 Crushing 30 % 4 Berat Isi Padat 5 Berat Jenis Bulk SSD Apparent 2.5 2.5 2.5 6 Penyerapan 3 % 7 Sand Equivalent 50 % 8 Kelekatan Terhadap aspal 95 % 9 Kepipihan 25 % 10 Soundness Na2SO4 12 % 11 Atterberg limit Non Plastis 12 Gumpalan Lempung 0.25 % 3.6.3. Pengujian Sifat-Sifat Agregat A. Agregat Halus Cara-cara memeriksa sifat-sifat pasir: a. Untuk mengetahui kandungan tanah liat/Lumpur pada pasir dilakukan dengan cara meremas atau menggenggam pasir

40 dengan tangan. Bila pasir masih terlihat bergumpal dan kotoran tertempel di tangan, berarti pasir banyak mengandung Lumpur. b. Kandungan Lumpur dapat pula dilakukan dengan mengisi gelas dengan air, kemudian masukkan sedikit pasir ke dalam gelas. Setelah diaduk dan didiamkan beberapa saat maka bila pasir mengandung Lumpur, Lumpur akan terlihat mengendap di atasnya. c. Pemeriksaan kandungan zat organic dilakukan dengan cara memasukkan pasir ke dalam larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 3 %. Setelah diaduk dan didiamkan selama 24 jam, warnanya dibandingkan dengan warna pembanding. d. Sifat kekal diuji dengan larutan jenuh garam Natrium Sulfat atau Magnesium Sulfat. B. Agregat Kasar Untuk memeriksa agregat kasar, kerikil alam, dan batu pecah dilakukan sama seperti pengujian pada pasir ditambah dengan pemeriksaan kekerasan dan ketahanan aus. a) Pemeriksaan Kekerasan kerikil dilakukan dengan bejana Rudellof, bagian yang hancur (tembus ayakan 2 mm) tidak boleh lebih dari 32 % b) Pemeriksaan ketahanan aus dilakukan dengan mesin uji aus “LOS ANGELES”, bagian yang hancur tidak boleh lebih dari 50 %. c) Pemeriksaan Berat Jenis dan Daya Serap Air Agregat kasar.

41 Tujuan dari pemeriksaan BJ ini adalah untuk menentukan jumlah agregat (volume padat) dalam suatu campuran beton. Pemeriksaan Berat jenis agregat dilakukan dengan cara: • Contoh agregat kasar ditimbang sebesar 5 kg, kemudian agregat dicuci untuk menghilangkan lumpur. • Contoh agregat kemudian dikeringkan/dioven pada suhu 100°C – 110°C sampai mencapai berat tetap, kemudian dinginkan pada suhu kamar selama 1 – 3 jam dan ditimbang (A). • Setelah dingin, contoh tadi direndam dalam air selama 24 jam. Selanjutnya contoh dikeluarkan dari dalam air rendaman kemudian dilap dengan kain sampai semua air yang melekat pada permukaan agregat tidak tampak lagi, usahakan agar tidak terjadi penguapan melalui pori-pori agregat (dalam kondisi SSD) • Contoh uji ditimbang dalam kondisi jenuh permukaan kering (SSD = saturated surface dry condition) = B. • Kemudian contoh uji ditimbang dalam air, sambil diusahakan tidak ada udara yang tersekap di dalamnya (C). • Setelah ditimbang dalam air, contoh dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C – 110°C sampai beratnya tetap, kemudian timbang. • Berat jenis Bulk = B C A −

42 • Berat jenis SSD = B C B − • Berat Jenis Semu = A C A − • Daya Serap Air = 100 x A B A − , dengan: A = Berat contoh kering oven B = Berat contoh dalam kondisi SSD C = berat dalam air. 3.6.4. Bahan-Bahan Yang Merugikan Agregat Bahan-bahan yang merugikan agregat adalah bahan-bahan yang mengganggu proses pengikatan dan pengerasan beton, mengurangi kekuatan serta berat isi beton, menyebabkan terkelupasnya beton

43 dan mempengaruhi ketahanan beton terhadap karat. Bahan-bahan tersebut adalah: a. Bahan-bahan padat yang menetap, seperti: lempung, Lumpur dan abu. Bahan-bahan ini apabila terdapat dalam agregat dalam jumlah banyak, maka akan ada kecenderungan penggunaan air yang banyak dalam campuran beton, sehingga mutu beton menjadi jelek. Selain itu, bahan-bahan ini juga akan menghalangi pengikatan antara semen dan agregat. b. Bahan organic dan humus, seperti: daun-daun yg membusuk, humus, asam untuk menyamak, dll. Bahan-bahan ini akan mengganggu proses hidrasi pada beton. c. Garam, seperti: Chlorida, sulfat, Karbonat dan Fosfat. Bahanbahan ini dapat bereaksi secara kimiawi sehingga memperlambat atau merobah proses pengikatan semen, menurunkan kekuatan bahkan menghancurkan beton. Apabila agregat mengandung Chlorida lebih dari 2 % maka Chlorida tersebut akan menyerap air dalam udara sehingga meningglkan noda putih pada permukaan beton. Selain itu, jenis garam ini juga akan mnyebabkan karat pada tulangan sehingga retak-retak pada beton dan menyebabkan terurainya beton yang bersangkutan. Pada kondisi yang demikian, beton tidak dapat diperbaiki lagi, karena serangan karat oleh Chlorida berlangsung terus menerus tidak dapat dicegah. d. Agregat yang reaktif terhadap alkali, yaitu agregat yg mengandung silika reaktif, biasanya terdapat pada batuan cherts, batu kapur dan beberapa jenis batuan beku. Jenis agregat ini

44 dapat bereaksi dengan alkali yang ada dalam semen dan membentuk gel-silika, sehingga agregat mengembang/membengkak dan menyebabkan timbulnya retak serta penguraian beton. 3.7.GRADASI (SUSUNAN BUTIRAN) AGREGAT KASAR DAN HALUS Gradasi agregat adalah distribusi ukuran butiran dari agregat, baik agregat kasar maupun halus. Agregat yang mempunyai ukuran seragam (sama) akan menghasilkan volume pori antar butiran menjadi besar. Sebaliknya agregat yg mempunyai ukuran bervariasi mempunyai volume pori kecil, dimana butiran kecil mengisi pori diantara butiran besar sehingga pori-porinya menjadi sedikit (kemampatannya tinggi). Pada beton, dibutuhkan agregat yg mempunyai kemampatan tinggi sehingga volume porinya kecil, maka dibutuhkan bahan ikat sedikit ( bahan ikat mengisi pori diantara butiran agregat). Gradasi agregat akan mempengaruhi sifat-sifat beton, baik beton segar maupun beton kaku, yaitu: a. Pada beton segar, gradasi agregat akan mempengaruhi kelecakan (workability), jumlah air pencampur, sifat kohesif, jumlah semen yang diperlukan, segregasi dan bleeding. b. Pada beton kaku (beton keras), akan mempengaruhi kekuatan beton dan keawetannya (durabilitas). Untuk mengetahui gradasi agregat dilakukan dengan cara menggunakan hasil analisis pemeriksaan dengan menggunakan satu

45 set ayakan. Ayakan dengan ukuran bukaan paling besar diletakkan paling atas dan yang paling halus diletakkan paling bawah sebelum pan. Ukuran bukaan ayakan/saringan disajikan pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Ukuran Bukaan dan Ukuran Saringan dari Satu Set Ayakan Ukuran Saringan Bukaan (mm) Ukuran Saringan Bukaan (mm) 4 inci 100 3/8 inci 9,5 31/2 inci 90 No.4 4,75 3 inci 75 No.8 2,36 21/2 inci 63 No.16 1,18 2 inci 50 No.30 0,6 11/2 inci 37,5 No.50 0,3 1 inci 25 No.100 0,15 ¾ inci 19 No. 200 0,075 1/2 inci 12,5 Ayakan standar yang biasa digunakan untuk agregat beton adalah satandar ASTM, British Standar (BS) dan ISO. Perbandingan ukuran ayakan dari ketiga standar tersebut seperti pada Tabel 3.5.

46 Tabel 3.5. Ukuran lubang Ayakan Standar ASTM, BS dan ISO ASTM –E 11-70 (mm) BS 410-1969 (mm) ISO (mm) 152 150 128 76 75 64 38 37,5 32 19 20 16 9,5 10 8 4,75 5 4 2,36 2,36 2 1,18 1,18 1 0,60 0,60 0,50 0,30 0,30 0,25 0,15 0,15 0,125 0,075 0,075 0,062 3.7.1 Modulus Kehalusan Butir (Fineness Modulus = FM) Modulus kehalusan butir (angka kehalusan) adalah jumlah persen tertinggal komulatif pada tiap-tiap ayakan dari suatu seri ayakan yang ukuran lubangnya berbanding dua kali lipat, dimulai dari ayakan berukuran lubang 0,15 mm, dibagi 100. Makin besar nilai Modulus Halus Butir (MHB) suatu agregat berarti semakin besar butiran agregatnya (semakin kasar). MHB pasir berkisar antara 1,50 – 3,8, kerikil sebesar 5,0 – 8,0. Sedangkan MHB dari campuran agregat halus dan kasar sebesar 5,0 – 6,0.

47 Contoh perhitungan MHB agregat halus dan Kasar dapat dilihat pada Tabel 3.6 dan 3.7. Dari hasil analisa ayak agregat kasar dan halus diperoleh data sebagai berikut : Tabel 3.6. Contoh Data Hasil Analisa Ayak Ukuran Lubang Ayakan (mm) Berat Tertinggal (gram) Agregat Kasar Agregat Halus 38 0 0 19 2279 0 9,6 2614 0 4,8 51 3,9 2,4 56 11,3 1,2 0 65,5 0,6 0 205,7 0,3 0 158 0,15 0 48,6 pan 0 7 Jumlah 5000 500 Perhitungan Modulus Halus Butir (MHB) agregat halus disajikan pada Tabel 3.7.

48 Tabel 3.7. Perhitungan MHB Pasir Ukuran Lubang Ayakan (mm) Berat Tertinggal Gram Persen (%) Persen Tertinggal Komulatif 38 0 0 0 19 0 0 0 9,6 0 0 0 4,8 3,9 0,78 0,78 2,4 11,3 2,26 3,04 1,2 65,5 13,1 16,14 0,6 205,7 41,14 57,28 0,3 158 31,6 88,88 0,15 48,6 9,72 98,6 pan 7 1,4 - Jumlah 500 100 264,72 Jadi Modulus Halus Butir (MHB) pasir = 2,6472 100 264,72 =

49 Tabel 3.8. Perhitungan MHB Kerikil Ukuran Lubang Ayakan (mm) Berat Tertinggal Gram Persen (%) Persen Tertinggal Komulatif 38 0 0 0 19 2279 45,58 45,58 9,6 2614 52,28 97,86 4,8 51 1,02 98,88 2,4 56 1,12 100 1,2 0 0 100 0,6 0 0 100 0,3 0 0 100 0,15 0 0 100 pan 0 0 - Jumlah 5000 100 742,32 Jadi Modulus Halus Butir (MHB) kerikil = 7,4232 100 742,32 = 3.7.2 Syarat Gradasi Agregat Halus Menurut British Standard (BS) memberikan syarat gradasi untuk pasir. Kekasaran pasir dibagi menjadi empat kelompok menurut gradasinya, yaitu pasir halus (zone 4), agak halus (zone 3), agak kasar (zone 2) dan kasar (zone 1) seperti pada Tabel 3.9.

50 Tabel 3.9. Gradasi Agregat Halus Menurut British Standar (BS) Lubang Ayakan (mm) Persen berat butir yang Lewat Ayakan Zone I Zone II Zone III Zone IV 10 100 100 100 100 4,8 90 -100 90 -100 90 -100 95 -100 2,4 60 - 95 75 -100 85 -100 95 -100 1,2 30 -70 55 - 90 75 -100 90 -100 0,6 15 - 34 35 - 59 60 - 79 80 -100 0,3 5 - 20 8 - 30 12 - 40 15 - 50 0,15 0 -10 0 -10 0 -10 0 -15 GRADASI PASIR ZONA I 0 30 60 5 15 90 100 100 95 70 34 20 10 0 20 40 60 80 100 0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 10 Ukuran Saringan (mm) Persen Lolos Komulatif (%)

51 GRADASI PASIR ZONA II 100 10 30 59 90 75 55 35 8 0 100 100 90 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 10 Ukuran Saringan (mm) Persen Tembus Komulatif GRADASI PASIR ZONA III 0 12 100 10 40 90 85 75 60 100 100 100 79 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 10 Ukuran Saringan (mm) Persen Tembus Komulatif (%)

52 Gambar 3.8. Susunan Butiran Pasir menurut British Standard 3.7.3 Syarat Gradasi Agregat Kasar Syarat gradasi agregat kasar (kerikil) menurut British Standar (BS) disajikan pada Tabel 3.10 sebagai berikut: Tabel 3.10. Gradasi Kerikil Menurut BS Lubang Ayakan (mm) Persen Berat Butir yang Lewat Ayakan Besar Butir Maksimum 40 mm 20 mm 12,5 mm 40 95 -100 100 100 20 30 - 70 95 -100 100 12,5 - - 90 - 100 10 10 - 35 25 - 55 40 - 85 4,8 0 - 5 0 -10 0 - 10 GRADASI PASIR ZONA IV 0 15 100 15 50 95 95 90 80 100 100 100 100 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 10 Ukuran Saringan (mm) Persen Tembus Komulatif (%)

53 3.7.4 Gradasi Agregat Campuran Untuk campuran beton dengan diameter maksimum agregat sebesar 40 mm, 30 mm, 20 mm dan 10 mm, maka gradasi agregat (campuran pasir dan kerikil ) harus berada di dalam batas-batas seperti yang tercantum dalam Tabel 3.11a, 3.11b, 3.11c dan 3.11d. Tabel 3.11a. Persen Butiran Yang Lewat Ayakan (%) Untuk Agregat Dg Diamter Mak 40 Mm Lubang Ayakan (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4 38 100 100 100 100 19 50 59 67 75 9,6 36 44 52 60 4,8 24 32 40 47 2,4 18 25 31 38 1,2 12 17 24 30 0,6 7 12 17 23 0,3 3 7 11 15 0,15 0 0 2 5

54 Tabel 3.11b. Persen Butiran Yang Lewat Ayakan (%) Untuk Agregat Dg Diamter Mak 30 Mm Lubang Ayakan (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 38 100 100 100 19 74 86 93 9,6 47 70 82 4,8 28 52 70 2,4 18 40 57 1,2 10 30 46 0,6 6 21 32 0,3 4 11 19 0,15 0 1 4 GRADASI AGREGAT CAMPURAN UKURANMAK. 40 MM 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 19 38 Ukuran Ayakan (mm) Persen Lolos Komulatif (%) kurva 1 kurva 2 kurva 3 kurva 4

55 Tabel 3.11c. Persen Butiran Yang Lewat Ayakan (%) Untuk Agregat Dg Diamter Mak 20 Mm Lubang Ayakan (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4 19 100 100 100 100 9,6 45 55 65 75 4,8 30 35 42 48 2,4 23 28 35 42 1,2 16 21 28 34 0,6 9 14 21 27 0,3 2 3 5 12 0,15 0 0 0 2 GRADASI AGREGAT CAMPURAN BUTIRAN MAK. 30 mm 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 19 38 Ukuran ayakan Persen Lolos Komulatif Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3

56 Tabel 3.11d. Persen Butiran Yang Lewat Ayakan (%) Untuk Agregat Dg Diamter Mak 10 Mm Lubang Ayakan (mm) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4 9,6 100 100 100 100 4,8 30 45 60 75 2,4 20 33 46 60 1,2 16 26 37 46 0,6 12 19 28 34 0,3 4 8 14 20 0,15 0 1 3 6 Gradasi Agregat Campuran Butiran Mak. 20 mm 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 19 38 Ukuran ayakan (mm) Persen Lolos Komulatif (%) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4

57 3.8. MENGGABUNGKAN AGREGAT Susunan butiran agregat di pasaran kadang-kadang tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena itu di dalam pembuatan adukan beton maka diperlukan pencampuran agregat agar gradasinya sesuai standard akan menghasilkan beton yang mempunyai kuat tekan baik. Ada beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki gradasi agregat, yaitu: a. Menambah friksi (bagian) butiran agregat yang kurang b. Mengurangi jumlah butiran-butiran yang terlalu banyak c. Menggabungkan dua atau lebih jenis agregat agar diperoleh gradasi yang memenuhi syarat. Gradasi Agregat Campuran Butiran mak. 10 mm 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0,15 0,3 0,6 1,2 2,4 4,8 9,6 19 38 Ukuran ayakan (mm) Persen Lolos Komulatif (%) Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4

58 3.8.1 Mencampur/menggabungkan Pasir Gradasi pasir jauh lebih penting daripada gradasi kerikil. Hal ini disebabkan mortar (campuran semen, pasir dan air) merupakan pelumas untuk adukan beton muda serta menentukan sifat pengerjaan dan kohesi dari campuran bersangkutan. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai gradasi pasir adalah: • Setiap jenis pasir yang lengkung gradasinya jatuh seluruhnya dalam batas-batas gradasi dari salah satu daerah (zona) dianggap cocok untuk beton walaupun tidak ideal. • Apabila gradasi pasir jatuh dalam batas-batas gradasi suatu daerah tertentu, diijinkan sebesar maksimum 5 % di atas setiap saringan yang bukan saringan 0,60 mm, tetapi tidak boleh lebih halus dari batas gradasi yang ditunjukkan oleh jenis pasir terhalus (zona 4) atau lebih kasar dari batas gradasi zona 1. • Jenis pasir yang mempunyai gradasi yang memotong satu daerah kemudian pindah ke daerah lain atau melalui beberapa daerah dianggap tidak cocok untuk produksi beton, karena jenis pasir ini menghasilkan campuran beton yang kasar, dimana bahan-bahan berukuran diantara kasar dan halus jumlahnya berlebihan. Akibatnya timbul sifat saling mengunci antar butirannya. • Jenis pasir dari zona 4 (sebagian besar butirnya lebih halus dari 0,6 mm) apabila dipergunakan untuk produksi beton akan menimbulkan permasalahan-permasalahan: • Pasir halus membutuhkan lebih banyak air daripada pasir kasar untuk sifat pengerjaan yang sama sehingga untuk

RkJQdWJsaXNoZXIy MTM3NDc5MQ==