157 menjadi tempat investasi bagi siapapun yang memiliki uang. Para pemilik modal menjadi pengendali arah perkembangan di kawasan Tanjung Lesung. Inilah konsep inti kapitalisme, dimana pemerintah hanya bisa membuat regulasi tanpa bisa mengintervensi arah perkembangan pedesaan. Ironisnya, kapitalisme ini justru dipayungi oleh kebijakan publik. Desa Tanjungjaya yang merupakan wilayah pedesaan pada akhirnya berubah menjadi kawasan eksklusif dengan dibangunnya villa dan resort. Temuan dari salah satu penelitian, pembangunan KEK Tanjung Lesung sampai saat ini belum menciptakan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya kebijakan pemerintah telah menciptakan dikotomi baik secara geografis, ekonomi, dan budaya. Dikotomi secara geografis terlihat dari kondisi perkampungan penduduk yang sederhana dengan mata pencaharian pertanian dan nelayan, di sisi lain berdiri tempat wisata yang megah dengan akses masuk yang cukup ketat. Dikotomi secara ekonomi semakin kelihatan, ketika penduduk sebagian besar hanya menguasai sumber produksi yang terbatas, dengan pengelola swasta yang menguasai perekonomian di wilayah tersebut. Secara budaya, masyarakat Desa Tanjungjaya masih bersifat tradisional dan homogen, sedang masyarakat yang datang ke KEK Tanjung Lesung bersifat modern dan heterogen. Kenyataannya, hanya masyarakat yang memiliki modal saja yang dapat menikmati kebijakan tersebut [154]. Terkait penginapan di Tanjung Lesung, untuk saat ini bisa dipadukan dengan teknologi. Seperti penggunaan smart tourism bagi homestay yang dinilai siap. Dengan demikian, wisatawan
RkJQdWJsaXNoZXIy MTM3NDc5MQ==