33 pengembangan wisata tidak dilakukan secara ektensif dan memiliki multiplier effect yang tinggi terhadap masyarakat lokal. Di samping juga kontrol pemerintah dan masyarakat terhadap aturan pembangunan wisata di pulau-pulau kecil yang dikelola oleh swasta sangat lemah. Implikasi lainnya, pulau yang dikelola swasta akan banyak pengunjung mancanegara dan domestik dari kalangan atas, karena biaya yang dibutuhkan cukup tinggi dimana turis lokal tidak mampu membayar. Padahal jika dilihat dari karakteristik Kepulauan Seribu (terdiri dari gugusan pulau-pulau kecil) sangat rawan terhadap perubahan lingkungan. Maka, sejatinya pengembangan wisata seperti ini tidak cocok. Semestinya pulaupulau kecil di Kepulauan Seribu dikelola dengan menerapkan prinsip-prinsip wisata berkelanjutan. Pola pengelolaan yang dilakukan pemerintah bersama masyarakat dapat mengubah perilaku dan kebiasaan masyarakat. Walau tidak mudah, akan tetapi pemerintah dengan komitmen yang baik dapat membantu masyarakat yang siap menghadapi perubahan. Sehingga program-program pembangunan diarahkan untuk pengembangan industri pariwisata seperti pendirian koperasi simpan pinjam berbasis komunitas [27]. Pelibatan masyarakat dalam pembangunan pariwisata di Kepulauan Seribu dapat dilihat dari penempatan masyarakat sebagai aktor utama melalui pemberian pemahaman kepada masyarakat. Dimana kondisi alam yang indah merupakan milik (aset) masyarakat sehingga mereka mau mengelola dan mendapatkan manfaat setelah pemerintah memfasilitasi dan mendukung masyarakat, khususnya masyarakat
RkJQdWJsaXNoZXIy MTM3NDc5MQ==