35 dayung, dan memancing. Juga wisata tontonan seperti snorkeling dan bottom glass. Termasuk wisata pendidikan dan wisata penelitian. Dari sinilah dapat dibentuk kelompok usaha wisata yang fokus di perjalanan wisata, jasa transportasi, pramuwisata, jasa catering, penyedia informasi wisata, akomodasi, dan pemandu wisata. Untuk itu dilakukan dengan pola usaha wisata berdasarkan kemandirian (langsung oleh pengelola kawasan konservasi), kemitraan (bermitra dengan pihak luar), dan developer (oleh pihak ketiga dengan kesepakatan bersama pihak pengelola kawasan konservasi). Dari sini dapat diketahui, jika wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan wilayah perkembangan baru yang memiliki potensi sangat besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir. Selain memiliki fungsi konservasi, juga memiliki fungsi lain sangat penting bagi penyediaan barang dan jasa kelautan. Ketika dikelola dengan pendekatan terintegrasi antar sektor, maka keseluruhan fungsi dapat dimanfaatkan dengan baik dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 [29]. Dengan adanya revisi undang-undang tersebut, diharapkan hak-hak masyarakat tradisional, khususnya hak-hak ekonomi secara umum diakomodir sejak proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan terkait pengelolaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Hal ini sudah sesuai dengan UUD 1945
RkJQdWJsaXNoZXIy MTM3NDc5MQ==