7 900US$ per hari (Abdullah, 2009: 5). Kondisi MICE di Indonesia sebelum terjadi krisis pada tahun 1997 mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, misalnya pada tahun 1995 tercatat ada 991 kegiatan pertemuan (meeting) yang diikuti oleh 165.572 orang. Namun hal ini menjadi berbeda dengan adanya krisis yang melanda Indonesia (1997) sehingga berdampak pada terpuruknya penurunan wisata konvensi yang tidak lain berdampak pada jumlah wisatawan masuk ke Indonesia termasuk di dalamnya devisa yang diperoleh dari sektor pariwisata menjadi turun. Apabila ditelaah maka untuk segemen wisata konvensi jumlah para wisatawan yang berkunjung ke Indonesia memang masih relatif kecil berdasarkan data tahun 2005 dari total jumlah kunjungan sebesar lima juta orang hanya 67.147 (1.34%) orang dan pada tahun 2006 dari 4.9 juta kunjungan hanya 68.118 (1.38%) orang. Menurut data dari BPS (2007) ternyata kunjungan wisatawan dalam tiga tahun terakhir (2006-2008) cukup signifikan mencapai ratarata 41.23% sementara itu untuk wisatawan yang memiliki tujuan berlibur sebesar 56.49% dan kegiatan lainnya 2.28%. Dengan kondisi ini maka peluang penyelenggaraan pertemuan sangat terkait dengan kebutuhan akan pentingnya waktu untuk berlibur, merayakan sesuatu untuk pemenuhan kebutuhan sosial kemasyarakatan dan juga pendidikan sehingga dunia industri MICE makin dirasakan penting keberadaanya. Hal ini berarti akan mempengaruhi bagaimana data-data penting dari penyelenggaraan pertemuan tersebut tercatat dengan benar serta bagaimana peran dari proses registrasi dilaksanakan juga turut mempengaruhi kualitas penyelenggaraan pertemuan tersebut. Pada intinya penyelenggaraan konferensi dan event sebenarnya dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu: Perusahaan (corporate) dan non-perusahaan (non-corporate). Mengapa
RkJQdWJsaXNoZXIy MTM3NDc5MQ==