Imam Hariadi Sasongko - Mekanika Tanah 1

i

ii

iii MEKANIKA TANAH 1 Imam Hariadi Sasongko Muhammad Fathur Rouf Hasan

iv

v MEKANIKA TANAH 1

vi Hak Cipta Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta • Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). • Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). • Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ a tau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ a tau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). • Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

vii MEKANIKA TANAH 1 Imam Hariadi Sasongko Muhammad Fathur Rouf Hasan Penerbit PNJ Press Anggota APPTI No: 001.004.1.06.2018

viii MEKANIKA TANAH 1 Imam Hariadi Sasongko Muhammad Fathur Rouf Hasan Editor Nunung Martina, Fuad Zainuri Desain Sampul & Tata Letak Dimas Surya Perdana Penerbit PNJ Press Gedung Q, Politeknik Negeri Jakarta, Jl. G.A. Siwabessy, Kampus Baru UI, Depok Cetakan Pertama, November 2021 ISBN : 978-623-7342-80-9 Hak Cipta Dilindungi Oleh Undang-Undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

ix PRAKATA Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat, rahmat, dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan buku yang berjudul “Mekanika Tanah 1”. Buku ini penulis susun sebagai buku pendukung dalam mengajar mata kuliah Mekanika Tanah 1 Program Studi D4 Teknik Konstruksi Gedung, Politeknik Negeri Jakarta. Penulis mengucapkan terima kasih kepada P3AI dan PNJ PRESS karena telah memfasilitasi dan berbagi ilmunya kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun buku ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh keluarga dan pihak-pihak lain yang turut membantu penyusunan buku ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan buku ajar ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis bersedia menerima segala kritik maupun saran yang dapat membangun penulis agar dapat berkarya dengan lebih baik lagi. Semoga buku ajar ini dapat memberikan manfaat bagi penulis, pembaca serta bagi penyusunan buku ajar selanjutnya. Terima kasih. Depok, 25 April 2021 Penulis,

x KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang memberikan kekuatan sehingga penulis bisa menyelesaikan buku ajar Mekanika Tanah 1. Terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dan mendukung penerbitan buku ini, P3AI dan PNJPRESS. Dalam buku ini dibahas mengenai pengetahuan tentang sifat sifat tanah, permasalahan pada tanah, analisis butiran tanah, hubungan tiga fasa, batas batas atterberg, klasifikasi tanah, pemadatan tanah, kuat geser tanah, dan penyelidikan tanah baik itu di laboratorium maupun di lapangan. Buku ajar Mekanika Tanah 1 berisikan teori yang menjadi dasar pada mata kuliah berikutnya yaitu pengujian tanah. Buku ajar ini ditulis dengan bahasa sederhana agar mahasiswa dan pembaca dapat memahami dengan mudah. Akhirnya, semoga buku ajar ini dapat dijadikan sharing ilmu pengetahuan dan bekal bagi para mahasiswa, maupun praktisi mekanika tanah di tanah air. Depok, 25 April 2021 Penulis,

xi DAFTAR ISI PRAKATA KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN BAB 1. RUANG LINGKUP MEKANIKA TANAH BAB 2. HUBUNGAN TIGA FASA BAB 3. KLASIFIKASI TANAH BAB 4. STABILISASI DAN PEMADATAN BAB 5. KUAT GESER TANAH BAB 6. PENYELIDIKAN TANAH DAFTAR PUSTAKA BIOGRAFI PENULIS ix x xi xii xiii xv 1 19 43 69 95 117 144 146

xii DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Nomor dan ukuran ayakan Tabel 3.2. Cara menghitung hasil pengujian analisis saringan Tabel 3.3. Contoh hasil pengujian analisis saringan Tabel 3.4. Tugas analisis ayakan Tabel 3.5. Harga K tergantung nilai T dan Gs Tabel 3.6. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem USCS Tabel 3.7. Klasifikasi tanah berdasarkan sistem AASTHO 46 48 49 51 58 62 65

xiii DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Ilustrasi gambar tanah Gambar 1.2. Beberapa studi tentang mekanika tanah Gambar 1.3. Proses pelapukan tanah dimulai dengan gumpalan batuan Gambar 1.4. bentuk lapisan tanah tidak selalu horizontal Gambar 2.1. Komposisi tanah dalam beberapa kondisi Gambar 2.2. Diagram fase tanah Gambar 2.3. Alat uji kadar air Gambar 2.4. Alat uji berat jenis tanah Gambar 2.5. Uji batas susut Gambar 2.6. Uji batas plastis Gambar 2.7. Alat uji batas cair Gambar 2.8. Grafik hasil uji batas atterberg Gambar 3.1. Mesin penggetar ayakan Gambar 3.2. Contoh grafik hasil uji analisa ayak Gambar 3.3. Form Grafik uji hasil analisis ayakan Gambar 3.4. Peralatan uji hydrometer Gambar 4.1. Proses pemadatan di lapangan menggunakan road roller Gambar 4.2. Alat uji proctor standart Gambar 4.3. Grafik hubungan antara kadar air dan berat isi kering Gambar 4.4. Uji kepadatan tanah di lapangan dengan metode kerucut pasir Gambar 4.5. Proses uji kepadatan tanah di lapangan Gambar 4.6. Percobaan uji CBR di laboratorium Gambar 5.1. Ilustrasi peralatan uji triaksial Gambar 5.2. Hasil uji triaxial 2 5 12 13 20 20 24 27 33 35 37 40 45 50 52 53 72 78 81 83 85 89 101 104

xiv Gambar 5.3. Grafik hubungan tegangan dan regangan Gambar 5.4. Hasil uji triaxial untuk mencari nilai C dan sudut geser ( ) dengan menggunakan prinsip lingkaran Mohr Gambar 5.5. Uji kuat tekan bebas Gambar 5.6. Hasil uji unconfined compression Gambar 5.7. Hubungan tegangan dan regangan pada uji unconfined compression Gambar 5.8. Ilustrasi uji direct shear Gambar 5.9. Hasil uji direct shear Gambar 5.10. Hubungan tegangan dan regangan uji direct shear Gambar 5.11. Hubungan antara tegangan dan tegangan geser pada uji direct shear Gambar 6.1. Proses pengeboran dengan bor dangkal 83 Gambar 6.2. Peralatan hand boring Gambar 6.3. Pengujian bor dalam Gambar 6.4. Contoh data boring log Gambar 6.5. Proses pengujian SPT di Lapangan Gambar 6.6. Penetrasi dengan SPT Gambar 6.7. Contoh hasil uji SPT Gambar 6.8. Proses Uji Sondir Gambar 6.9. Contoh ujung penetrometer kerucut mekanis (kerucut mantel Belanda) Gambar 6.10. Kedudukan pergerakan konus pada pengujian sondir Gambar 6.11. Grafik hasil uji sondir Gambar 6.12. Alat percobaan DCP (Dynamic Cone Penetrometer) 105 106 107 110 111 111 115 115 116 119 120 123 124 125 127 129 130 131 132 138 141

xv PENDAHULUAN Mekanika tanah merupakan cabang ilmu dari teknik sipil yang mempelajari tentang perilaku tanah dan sifat tanah yang disebabkan oleh adanya tegangan dan regangan. Ilmu mekanika tanah sudah dikenal sejak abad ke 19, Karl von Terzaghi dari Jerman merupakan orang pertama yang mengungkapkan mekanika tanah secara komprehensif pada tahun 1925 melalui publikasinya dengan judul Erdbaumechanik auf bodenphysikalicher Grundlage (Mekanika Tanah Berdasarkan pada Sifat-Sifat Dasar Fisik Tanah) yang membahas tentang prinsip-prinsip dasar dari mekanika tanah modern, dan menjadi dasar bagi studi mekanika tanah berikutnya. Menurut Terzaghi (1948), mekanika tanah adalah pengetahuan yang menerapkan kaidah mekanika dan hidrolika untuk memecahkan persoalanpersoalan teknik sipil yang berhubungan dengan endapan dan kumpulan butir-butir padat yang terurai tidak terpadu (uncosolidated) yang dihasilkan oleh proses penghancuran (disintegration) secara alami dan kimiawi (Soedarmo & Purnomo, 1997). Dalam ilmu mekanika tanah yang dimaksud dengan tanah adalah kumpulan mineral alami (agregat) dan endapan yang dapat dipisahkan. Dalam hal ini tanah yang dimaksudkan berbeda dengan batuan. Ilmu mekanika tanah menjadi salah satu cabang ilmu yang penting untuk dipelajari, karena semua bangunan konstruksi berdiri diatas tanah. Sehingga kondisi tanah akan berpengaruh terhadap bangunan yang berada diatasnya. Oleh sebab itu penyelidikan dan rekayasa tanah perlu diperhatikan sebelum melakukan proses pembangunan. Rekayasa tanah yang dimaksud yaitu proses stabilisasi dengan tujuan untuk mengubah kondisi yang merugikan menjadi lebih menguntungkan dari segi ekonomi dan keamanan.

xvi Dalam mekanika tanah juga dibahas tentang tanah sebagai bahan bangunan, stabilitas lereng dan pemotongan lereng, tekanan tanah lateral, perencanaan pondasi, penurunan tanah pada bangunan, serta rembesan dan gaya angkat pada bendungan. Adapun buku ajar mekanika tanah 1 ini akan membahas tentang ruang lingkup mekanika tanah, hubungan tiga fasa, klasifikasi tanah menggunakan sistem USCS dan AASTHO, stabilisasi dan pemadatan tanah, kuat geser tanah meliputi uji triaksial, serta beberapa penyelidikan tanah di lapangan seperti Uji pengeboran, Uji Standart penetration Test, Uji Sondir dan Uji Dynamic Cone Penetration. Teori tentang Mekanika Tanah I menjadi dasar untuk mempelajari mata kuliah berikutnya yaitu Mekanika Tanah II dan Pengujian Tanah.

xvii

xviii

1 BAB 1 RUANG LINGKUP MEKANIKA TANAH Tanah dalam pandangan teknik sipil dikenal sebagai himpunan mineral, bahan organik, dan endapan yang relatif lepas (lose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock) (Hardiatmo, 2002). Insinyur teknik sipil membagi material penyusun kerak bumi kedalam dua bagian, yaitu tanah dan batuan. Tanah diartikan sebagai kumpulan butiran mineral alami (agregat) yang mampu dipisahkan oleh proses mekanis maupun alami. Sedangkan batuan diartikan sebagai material alam yang mineralnya diikat oleh gaya kohesif, dan tidak dapat dipisahkan dengan cara mekanis biasa (Darwis, 2018). Pembentukan tanah dapat melalui proses fisik, kimia, maupun biologis. Proses pembentukan tanah secara fisik dapat terjadi karena pengaruh pergerakan angin, air, erosi, serta aktifitas manusia. Proses pembentukan tanah secara kimia dapat terjadi karena pengaruh oksigen, air, karbondiosida, serta pengaruh dari proses kimia yang lain, sedangkan proses biologis karena pembusukan bahan-bahan biologis sehingga terbentuk tanah secara pelan-pelan.

2 Gambar 1.1. Ilustrasi gambar lapisan tanah (Sumber: Google) Adapun Mekanika Tanah adalah ilmu yang berhubungan dengan koordinasi multidisiplin dari: • Mekanika – respon masa terhadap gaya Dalam Ilmu Mekanika Tanah selalu terjadi dan timbul bebanbeban dan pembebanan baik internal karena massa tanah maupun eksternal karena adanya beban-beban bangunan atau beban lain, sehingga pengetahuan dan pemahaman tentang ilmu mekanika sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul. Gangguan kepada tanah akibat beban beban tersebut menyebabkan butir-butir tanah berubah posisinya secara relatif satu sama lain sehingga mengganggu stabilitas tanah secara keseluruhan yang intensitasnya kadangkadang tidak bisa diperkirakan sebelumnya, terutama apabila beban yang diaplikasikan sangat besar dan diletakkan pada

3 tanah yang cukup luas. • Sifat fisik bahan, seperti ukuran butir, komposisi struktur, indeks dan teknik, kekuatan, sudut geser dalam, modulus tegangan-regangan, kohesi, angka Poison dan lain sebagainya yang digunakan untuk analisis stabilitas. Sebenarnya apa yang terlihat seperti hal yang mudah diterapkan, tetapi di dalam Ilmu Mekanika Tanah sangat rumit. Hal ini mengingat bahwa apa yang terlihat sebagai tanah yang akan digunakan untuk menyalurkan beban bangunan hanya dapat dilihat dari atas. Sedangkan yang ada dibawahnya harus digali (explore) dan dianalisa dengan sangat hati-hati mengingat bahwa jumlah sample yang memadai sering sulit untuk di dapatkan karena kendala-kendala yang ada. • Aliran fluida - disebabkan pengaruh air sehingga berlaku prinsip-prinsip fluida. Demikian pula mengenai aliran fluida di dalam tanah. Kesulitan biasanya timbul pada pendugaan arah aliran, besarnya aliran, besarnya tekanan dan kontinuitasnya. Teknik sampling yang memadai dan mencukupi akan sangat membantu analisis untuk mendapatkan hasil yang memuaskan. Sebaliknya, kegagalan bisa terjadi apabila ada pengabaian pada detail data yang sebenarnya sangat membantu akan tetapi tidak dipahami dengan baik.

4 • Pengaruh lingkungan – cuaca, curah hujan, gravitasi, dan kimiawi Cuaca dan lingkungan sangat berpenaruh pada tanah, terutama kekuatannya, mengingat bahwa tanah yang jenuh air kekuatannya berkurang, terutama pada tanah kohesif. Perlu diperhatikan bahwa pada saat terjadi hujan, saluran-saluran air di dalam tanah akan menyebabkan daerah pada tanadi sekitar saluran akan menjadi bertambah licin dan kekuatannya berkurang. Hal ini dapat memicu longsor. Untuk itu daerah sekitar lereng harus dipertahankan dari lubang-lubang menganga yang dapat dimasuki air dan menyebabkan aliran air baru. • Tanah dan batuan dengan perbedaan praktis yang kecil. Dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan di lapangan yang tidak akan terlepas dari “menyentuh tanah” sering didapati bahwa para perencana dan pelaksana keliru menginterpretasi masalah bawah permukaan (subsurface) yang tidak terlihat dari atas. Hal ini disebabkan tidak tersedianya cukup peralatan untuk menentukan secara statistik jenis peralatan, kedalaman uji lapangan, jumlah titik uji, dan jenis uji laboratorium yang harus dilakukan sehingga hasil yang diperoleh tidak sesuai harapan. Dalam keadaan dimana terjadi ketidakyakinan interpretasi hasil penyelidikan lapangan tersebut maka sebaiknya dilakukan uji ulang pada titik baru yang bisa meyakinkan kondisi subsurface dengan lebih baik.

5 1.1. Studi Tentang Mekanika Tanah Studi tentang Mekanika Tanah digunakan untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang berhubungan dengan interaksi antara tanah dan bangunan atau tanah sebagai bahan bangunan. Studi tersebut mencakup masalah sebagai berikut: a. Tanah sebagai bahan bangunan b. Stabilitas lereng c. Tekanan tanah lateral d. Perencanaan pondasi d. Penurunan tanah d. Rembesan dan gaya angkat Gambar 1.2. Beberapa studi tentang mekanika tanah

6 • Kekuatan tanah sebagai bahan bangunan Penggunaan tanah sebagai bahan bangunan banyak dijumpai pada pekerjaan jalan, bendungan urugan tanah, tanggul dan sebagainya. Pengenalan akan jenis, sifat fisik dan mekanis tentang tanah yang digunakan akan sangat membantu dalam keberhasilan pekerjaan tersebut. Demikian pula pengenalan akan perilaku tanah tersebut apabila mendapatkan beban dan aliran air yang direncanakan (sebagai contoh apabila tanah tersebut akan digunakan sebagai filter) akan sangat membantu keberhasilan pekerjaan tersebut. • Stabilitas lereng Stabilitas lereng merupakan keadaan yang sangat kompleks, dimana bukan hanya melibatkan gaya-gaya dan aliran air di dalam tanah, tetapi juga faktor cuaca dan beberapa faktor eksternal lainnya. Pengenalan mengenai cakupan pengaruh kelongsoran, bahaya kelongsoran dan bagaimana sekelompok orang dan harta benda harus diselamatkan memerlukan pertimbangan yang sangat hati-hati. • Tekanan tanah lateral Tekanan tanah lateral menyebabkan dinding penahan tanah atau tanah yang berbeda elevasinya pada jarak sangat pendek akan bergerak ke “depan” dan menyebabkan stabilitas dinding penahan maupun permukaan tanah yang miring menjadi tidak stabil. Hal ini akan menyebabkan keruntuhan pada dinding tersebut dan akan terjadi kerugian yang signifikan pada daerah

7 sekitar dinding tersebut. • Perencanaan pondasi Pondasi merupakan struktur bangunan yang berfungsi meneruskan beban superstruktur ke dalam tanah. Tanah harus cukup kuat untuk menahan beban superstruktur tersebut. Untuk itu diperlukan investigasi yang memadai pada tanah dimana akan dibangun bangunan diatasnya. Pemilihan peralatan untuk menguji tanah yang memadai akan sangat membantu perencana dalam menentukan pondasi yang tepat sehingga bangunan yang ada diatasnya akan aman, nyaman, awet dan stabil. • Penurunan bangunan Penurunan bangunan merupakan kejadian yang wajar dalam bidang geoteknik karena secara alamiah tanah akan mampat apabila menerima beban (bangunan) yang ada diatas tanah tersebut, terutama apabila tanah tersebut tidak dalam keadaan jenuh sempurna. Pada mekanisme penurunan ini, bagian yang tidak mampu menahan beban (compressible) akan berkurang volumenya akibat beban bangunan, sampai terjadi kesimbangan pada tekanan, ruang pori yang terdiri dari air, udara, dan butir-butir tanah. Tetapi mengingat tanah selalu ditahan oleh tanah disekitarnya (continuum), maka pergerakan ke samping juga akan terjadi, sehingga pada jenis tanah tertentu proses penurunan bangunan akan memerlukan waktu yang sangat lama, terutama pada tanah-tanah dengan

8 permeabilitas yang kecil. • Rembesan dan gaya angkat Tanah merupakan material komposit yang terdiri dari komposisi butir tanah, air dan udara yang membentuk satu kesatuan yang kompleks. Udara dan air pada tanah (disebut pori-pori atau voids) saling terhubung satu sama lain membentuk jaringan yang bisa di lewati oleh air. Pori-pori ini apabila pada jarak tertentu berbeda tekanan hidrolisnya akan menyebabkan air di dalam pori-pori tersebut bergerak dan menyebabkan adanya aliran air pada tanah. Dengan teknologi yang sesuai, gerakan air ini dapat dimanfaatkan ataupun merugikan bagi manusia. 1.2. Beberapa Masalah Khas pada Tanah Ada beberapa masalah khas pada tanah yang tidak dapat ditemukan pada disiplin ilmu yang lain. Beberapa masalah ini sangat kompleks hubungannya dengan konstruksi, diantaranya adalah: • Kemampuan tanah menerima tegangan akibat adanya superstruktur Kemampuan tanah dalam menerima tegangan akibat adanya superstruktur sangat tergantung dari berbagai kondisi berikut, yaitu: jenis tanah, kepadatan tanah, derajad kejenuhan, stratigrafi dan sejarah kemampatan tanah tersebut. • Besarnya penurunan yang terjadi akibat adanya superstruktur

9 Besarnya penurunan tanah yang terjadi akibat adanya superstruktur sangat tergantung dari beban superstruktur tersebut, jenis tanah, besarnya permeabilitas tanah dan beberapa kondisi lainnya seperti derajad kejenuhan tanah dan parameter lainnya. • Kecocokan jenis tanah untuk suatu konstruksi tertentu Karena variasi jenis tanah yang sangat banyak, termasuk diantaranya bentuk, jenis konstruksi, pembebanan dan kepadatan tanah, permeabilitas, stratigrafi, material pembentuk tanah dan beberapa parameter lainnya, sampai saat ini para perencana masih mengalami berbagai kendala dalam menentukan jenis pasti suatu konstruksi pada tanah, sehingga belum ada suatu ksepakatan yang menyatakan misalnya bahwa jenis pondasi tertentu merupakan pondasi yang terbaik atau lapisan perkerasan tertentu merupakan konstruksi yang terbaik untuk semua tanah, sehingga pada umumnya perencana selalu memilih state of the art untuk merancang konstruksi tertentu pada tanah tertentu. • Fluktuasi muka air tanah Permukaan air tanah dan pergerakannya yang tidak stabil dan teratur selalu menyulitkan perencana geoteknik dalam menentukan stabilitas tanah, mengingat bahwa semakin jenuh tanah, kekuatan tanah pada umumnya akan berkurang (kecuali pada tanah jenis tertentu). Untuk membuat permukaan air tanah dan pergerakannya cukup stabil dan bisa dipantau

10 dengan baik, perencana maupun pelaksana di lapangan pada umumnya memasang berbagai tipe filter air sehingga memudahkan pemantauan kejenuhan air tanah. • Pengaruh perubahan kadar air pada massa tanah Pada tanah butir halus, perubahan kadar ait tanah akan sangat berpengaruh pada kekuatan tanah tersebut. Untuk itu pada beberapa konstruksi yang berhubungan dengan tanah tersebut perlu dilakukan berbagai cara agat air tanah tidak selalu berubah agar kekuatannya tidak berpengaruh terlalu signifikan. Beberapa cara akan diberikan pada topik tentang cara menanggulangi perubahan kadar air sehingga tidak menimbulkan kerugian pada konstruksi yang ada diatasnya. • Pengaruh kecepatan air tanah dan pergerakannya Kecepatan pergerakan air tanah yang terlalu tinggi akan menyebabkan tanah mengalami penggerusan yang membuat bangunan yang ada menjadi berkurang dan bahkan hilang kemampuannya dalam mendistribusikan beban bangunan ke dalam tanah. Untuk menanggulangi gerakan air tanah yang terlalu tinggi, telah ditemukan beberapa cara sehingga kecepatan air menjadi turun dan tidak membahayakan bangunan yang ada. • Besarnya kemiringan galian Kemiringan galian yang melampaui kekuatan geser tanah dalam menahan atau menyangga beban tanah yang ada di belakangnya akan menyebabkan ketidakstabilan pada lereng

11 yang terbentuk. Untuk itu diperlukan perhitungan kemiringan galian yang cermat sehingga tidak menimbulkan kelongsoran yang dapat menyebabkan terjadinya tanah longsor. • Jumlah titik bor dan kedalaman, jumlah sample dan pengujian tanah yang mewakili perhitungan secara statistik. Kesulitan utama para perencana geoteknik adalah menentukan hal tersebut, mengingat bahwa di dalam tanah tidak terlihat dari atas. Pengalaman terhadap investigasi, dan rencana pembebanan tanah yang akan dilakukan sangat membantu dalam menentukan jumlah titik, kedalaman, jumlah sample dan uji tanah yang sesuai sehingga perencana dapat menentukan dengan “tepat” konstruksi yang sesuai yang akan diterapkan pada tanah tersebut. • Penggunaan suatu area sebagai quarry Quarry, biasa juga disebut borrow area merupakan daerah/area dimana tanah yang ada akan digunakan untuk melakukan penimbunan di daerah lain perlu di investigasi dan diuji kemampuannya akan jenis, kekuatan, kemampupadatan dan kecepatan pelapukan sehingga para perencana mengetahui karakteristik tersebut dengan baik sebelum tanah tersebut dipindahkan di daerah lain. Hal ini diperlukan agar di dalam menentukan tanah yang sesuai untuk suatu daerah timbunan tertentu mempunyai kinerja yang diharapkan.

12 1.3. Sifat-Sifat Tanah Tanah dapat terbentuk dari proses pelapukan batuan dasar, baik secara mekanis, kimiawi, maupun biologis. Proses pelapukan tanah terjadi sepanjang umur bumi dan sampai saat ini masih tetap berlangsung. Gambar 1.3. Proses pelapukan tanah dimulai dengan gumpalan batuan Proses pelapukan secara mekanis, batuan dasar akan mengalami pemanasan, pendinginan dan dialiri air secara silih berganti setiap hari sehingga menyebabkan batuan tersebut menjadi lapuk dan rapuh. Batuan yang berubah menjadi lapuk secara perlahan akan pecah dan terpisah, semakin lama semakin kecil sehingga menjadi fraksi butir tanah. Selama berubah ukuran menjadi fraksi tanah ini butir-butir tanah tersebut bisa berpindah

13 tempat dengan adanya aliran air, udara maupun gravitasi sehingga mengendap dan menumpuk di suatu tempat dan berkumpul menjadi daratan baru. Tanah yang selama proses pembentukan mengalami perpindahan dari satu tempat ke tempat lain disebut tanah terangkut atau transported soil. Salah satu jenis tanah transported yang paling banyak dijumpai adalah sedimen. Sedangkan apabila selama proses pembentukan, tanah tersebut tidak mengalami perubahan posisi pelapukan, maka tanah disebut sebagai tanah residual atau residual soil. Gambar 1.4. bentuk lapisan tanah tidak selalu horizontal Gambar 1.4. menunjukkan bagian lapisan tanah yang kompleks dimana pada bagian kiri tengah adalah lapisan batuan konglomerat. Pada bagian lapisan atas berwarna kuning adalah sedimen akibat dari letusan gunung berapi yang sering disebut sebagai abu piroklastik. Pada akhirnya proses pelapukan akan

14 sangat mempengaruhi karakteristik dan kemampuan tanah dalam menerima beban, mengalirkan air, distribusi, penurunan, dan kemampupadatannya. Pada pelapukan kimia, batuan dasar bersentunhan dengan material-material penggerus batuan tersebut seperti asam sulfat alami sehingga batuan tersebut lapuk dan berubah menjadi fraksi yang lebih kecil, demikian seterusnya sehingga menjadi tanah. Sedangkan dalam proses pelapukan secara biologis, tumbuhan yang hidup pada batuan dapat menyebabkan batuan tersebut mengalami pelapukan dan pada akhirnya membuat batuan tersebut menjadi tanah. Tanah yang melapuk karena proses mekanis, biologi dan kimia pada umumnya mempunyai ukuran butir yang sangat bervariasi karena proses tersebut berjalan secara terus menerus. Sedangkan tanah yang mengalami proses transportasi biasanya mempunyai butir yang lebih seragam. Dalam Mekanika Tanah, tanah dinamakan sesuai dengan ukuran butir yang paling dominan. Secara umum tanah merupakan campuran beberapa partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis partikel berikut: • Berangkal (boulder), merupakan potongan-potongan besar yang memiliki ukuran antara 250 – 300 mm. • Kerakal (cobbles), fragmen tanah dengan ukuran butiran antara 150 – 250 mm. • Kerikil (gravel), merupakan partikel tanah yang memiliki ukuran antara 5 – 150 mm. • Pasir (sand), partikel tanah dengan ukuran butiran antara 0,074

15 – 5 mm • Lanau (silt), adalah partikel tanah dengan ukuran antara 0,002 - 0,074 mm. • Lempung (clay), merupakan partikel mineral yang berukuran kurang dari 0,002 mm. Partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi tanah pada tanah kohesif. • Koloid (colloids), merupakan partikel tanah dengan ukuran kurang dari 0,001 mm (biasanya koloid tidak banyak dibicarakan dalam perhitungan praktis pada Mekanika Tanah). Tanah di alam bebas kebanyakan merupakan campuran dari semua jenis ukuran sebagaimana yang disebutkan diatas, sehingga pada umumnya tanah dinamakan sesuai dengan jumlah butiran terbanyak dalam berat (dominan) pada campuran tanah tersebut, misalnya kerikil, pasir. Sedangkan material yang lebih sedikit menyumbangkan nama material ikutannya seperti kerikil kepasiran, pasir kelanauan dan sebagainya. Tanah yang secara dominan mempunyai ukuran butir lebih besar dari 0,074 mm biasanya disebut sebagai tanah berbutir kasar dan bersifat nonkohesif, sedangkan yang berukuran kurang dari 0.074 mm biasa disebut sebagai tanah berbutir halus dan umumnya bersifat kohesif. Apabila butiran individual tanah tersebut terpisahpisah, sedangkan dalam keadaan basah hanya menempel saja, maka tanah tersebut dikatakan sebagai tanah nonkohesif. Karakteristik tanah butir kasar dan tanah butir halus sangat berbeda, dan pada akhirnya akan menjadi dasar dari perencanaan

16 berikutnya. Perbedaan ini sedemikian tajam sehingga dapat dikatakan sebagai bertolak belakang. Tanah berbutir kasar atau nonkohesif mempunyai karakter ukuran butir dominan yang lebih besar dibanding ukuran 0.074 mm, biasanya kekuatannya tidak begitu terpengaruh oleh banyak atau sedikitnya air pada pori-porinya, pada umumnya butir-butirnya seragam, mempunyai permeabilitas yang besar, sifat kemampumampatan yang besar dan seketika. Tanah kohesif mempunyai butir-butir dominan kurang dari 0.074 mm. Apabila butiran tanah menyatu pada saat kering, diperlukan gaya untuk memisahkannya, maka tanah tersebut dikatakan sebagai tanah kohesif. Kekuatan tanah kohesif sangat terpengaruh oleh banyak atau sedikitnya air pada tanah tersebut. Pada umumnya ukuran, jenis dan bentuk butirnya cukup bervariasi, permeabilitasnya relatif lebih kecil dibandingkan dengan tanah berbutir kasar, sifat kemampumampatannya kecil dan memerlukan waktu yang lama. Sebagai tambahan, karena kekuatan tanah kohesif dipengaruhi oleh adanya air pada tanah tersebut, maka ada suatu fenomena pada tanah kohesif yaitu batas-batas Atterberg yang akan dijelaskan dalam bab berikutnya. Di alam, tanah hampir selalu merupakan campuran antara butir kasar dan butir halus dngan berbagai prosentase. Untuk mengetahui jenis tanah yang lebih siatematis, ahli mekanika tanah akan menggunakan cara yang disebut klasifikasi tanah. Jadi klasifikasi digunakan untuk mengetahui tata nama tanah. Ada beberapa cara klasifikasi, sesuai dengan kebutuhan

17 konstruksi yang akan dibangun. Diantara system klasifikasi yang paling banyak digunakan di seluruh dunia adalah USCS (Unified Soil Classification System), AASHTO (American Association of Street, Highway and Transportation Officials), USBR (United States Bureau of Reclamation), FAA (Federal Association of Aviation) dan masih banyak cara klasifikasi lainnya. Sedangkan pada perkembangannya klasifikasi tersebut diikuti oleh banyak Negara, termasuk Indonesia. Pada klasifikasi USCS yang biasanya banyak digunakan di dalam perencanaan pondasi bangunan gedung, tanah dibagi menjadi tanah butir kasar, yaitu tanah yang secara dominan (lebih dari 50% beratnya) tertahan saringan nomor 200 (0.075 mm), sedangkan sisanya lolos saringan nomor 200. Tanah butir kasar terdiri dari kerikil, pasir (kasar, sedang maupun halus) dan kombinasinya. Apabila butir halusnya dominan, maka perlu dilakukan uji batas-batas Atterberg untuk mengetahui jenis tanah butir halusnya. Tanah butir kasar atau yang dominan dinyatakan tanah butir kasar diberi nama menurut huruf awal sebagai berikut: G = gravel atau kerikil dan S = Sand atau pasir. Kombinasi atau sifat-sifat tanah ikutannya menjadikan nama tanah tersebut diberi akhiran huruf sebagai berikut: W = well graded atau bergradasi baik (apabila nilai Cu >4 untuk kerikil dan Cu = 6 untuk pasir) dan P = poorly graded apabila nilai-nilai Cu diluar nilai-nilai yang tercantum diatas. Tanah butir halus yang tercampur dalam tanah dominan yang lainnya adalah M = silt atau lanau dan C = clay atau lempung.

18 Pada klasifikasi AASHTO, tanah juga dibagi menjadi dua, yaitu tanah butir kasar dan tanah butir halus. Pada tanah butir kasar, berat tanah yang lolos saringan nomor 200 harus lebih dari 35%, sedangkan pada tanah butir halus berat tanah yang lolos saringan nomor 200 harus kurang dari 35% berat total tanah yang diuji. Nama-nama tanah tersebut adalah A1; A3: A2; A4; A5; A6 dan A7. A1 sampai dengan A3 merupakan tanah butir kasar, sedangkan A4 sampai dengan A7 merupakan tanah butir halus. Mengingat klasifikasi ini digunakan untuk bahan dasar jalan maka menurut AASHTO kinerja A1 samapi dengan A3 dinyatalan sebagai sempurna sampai bagus, sedangkan sisanya merupakan tanah dengan kinerja cukup baik sampai buruk.

19 BAB 2 HUBUNGAN TIGA FASA Tanah secara umum terdiri dari tiga komponen yang menjadi satu kesatuan seperti yang kita lihat sebagai tanah biasanya dimana komponen tersebut meliputi: butiran tanah, air dan udara. Namun untuk tujuan perhitungan praktis di dalam mekanika tanah, komposisi tanah tersebut diuraikan menjadi beberapa komponen sebagai berikut: • Pori-pori atau rongga (voids), didefinisikan sebagai ruang terbuka diantara butiran-butiran tanah dengan berbagai ukuran. • Butiran tanah, bisa berukuran mikroskopis maupun makroskopis atau keduanya. • Kelembaban tanah yang menyebabkan tanah terlihat basah, lembab ataupun kering. Dalam keadaan “normal” kelembaban dapat berupa air yang mengisi rongga atau hanya menyelimuti butir tanah saja. • Dalam keadaan rongga terisi penuh air, tanah disebut dalam keadaan jenuh sempurna. • Dalam keadaan rongga terisi sebagian oleh air, tanah disebut dalam keadaan jenuh sebagian. • Dalam keadaan rongga hanya terisi udara, tanah disebut kering oven. Ketiga komponen tanah (butiran, air, udara) tersebut

20 Udara Air Butir tanah Butir tanah Udara Butir Air masing-masing memiliki volume dan berat. Agar lebih mudah dipahami, komponen tersebut dijabarkan lebih rinci sebagai berikut: Keadaan normal Keadaan jenuh air Keadaan kering oven Gambar 2.1. Komposisi tanah dalam beberapa kondisi Untuk maksud memudahkan perhitungan, tanah di idealisasikan sebagai berikut: Gambar 2.2. Diagram fase tanah Keterangan: W = berat total tamah Wa = berat udara = 0 (diabaikan) Ww = berat air V = volume total tanah

21 Va = volume udara Vw = volume air Vv = volume pori Vs = volume buti t = total Untuk penyelesaian praktis ada beberapa persamaan yang menggunakan hubungan tiga fasa tersebut. Diantara persaman tersebut adalah: Berat isi (bulk density = γ) Biasa digunakan untuk melakukan perhitungan yang menyangkut masalah berat isi tanah, dinyatakan dengan rasio antara berat dengan volume tanah. (2.1) Kadar air (moisture content = w) Kadar air didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air dengan berat tanah kering yang dinyatakan dalam persen, (2.2) Angka pori (void ratio =e) Angka pori didefinisikan sebagai perbandingan antara volume rongga dengan volume tanah padat yang dinyatakan dalam besaran desimal

22 (2.3) Porositas (Porosity = n) Porositas adalah perbandingan antara volume rongga dengan volume total, nilai porositas dinyatakan dalam persen. (2.4) Derajad kejenuhan (Degree of saturation = S) Merupakan ratio dalam persen antara volume air dengan volume rongga. Dalam keadaan jenuh sempurna tanah mempunyai S=1 (2.5) Berat jenis (Specific Gravity = Gs) Berat jenis tanah merupakan perbandingan antara berat volume butiran padat dengan berat volume air pada temperatur 4⁰C. (2.6) Berat isi kering (dry density = γd) (2.7) Berat isi terapung (submerged density = γb) (2.8) Untuk masalah perhitungan praktis seperti pada mekanika

23 tanah, nilai dianggap sama dengan satu, sehingga: (2.9) Untuk mendapatkan data-data tersebut diperlukan beberapa pengujian di laboratorium, pengujian tersebut meliputi: uji berat isi, uji kadar air, uji analisis ayak, uji berat jenis, uji kepadatan tanah asli dan beberapa uji lainnya yang akan disampaikan kemudian. Soal Latihan: 1. Tanah memiliki porositas 30% dan berat spesifik G 2.50 Tentukan: a. Berat isi tanah kering b. Derajat Kejenuhan, jika kadar air 10% c. Berat isi tanah basah efektif 2. Suatu Tanah mempunyai isi 100 cm3 dengan berat 250 gram. Setelah dikeringkan selama 24 jam, berat tanah berkurang menjadi 2450 gram. Jika berat spesifik G = 2,60 Tentukan: a. Kadar air b. Angka pori c. Derajat kejenuhan tanah 3. Suatu Tanah mempunyai angka pori 0,5, dengan kadar air 20% dan berat spesifik 2,5. Tentukan: a. Porositas b. Berat isi tanah kering c. Berat isi tanah basah

24 d. Derajat kejenuhan tanah 2.1. Uji Kadar Air Tujuan Untuk mendapatkan nilai kadar air tanah yang merupakan rasio antara berat air dengan berat tanah kering oven. a. Oven b. timbangan digital Gambar 2.3. Alat uji kadar air (Sumber: Google) Peralatan 1. Sample container 2. Timbangan, sensitivitas 0.1 g 3. Laboratory oven, sensitivitas 1oC 4. Dessicator nonvacuum 5. Sendok sample Persiapan benda uji: Tanah yang akan diuji tidak harus disaring dengan ayakan #40. Benda uji bisa berupa tanah asli (undisturbed sample) atau tanah yang sudah tidak asli (disturbed sample). Diperlukan sample sebanyak kurang lebih 60 gram.

25 Langkah kerja 1. Bersihkan, keringkan, beri identitas dua buah container, kemudian timbang. Diperoleh Wc = …. gram 2. Isi dengan satu sendok makan (kurang lebih 20 gram) benda uji. (Benda uji yang gumpalannya terlalu besar harus diperkecil terlebih dahulu dengan diremas-remas menggunakan tangan atau peralatan lainnya). Timbang. Diperoleh Wc+s = …..gram 3. Oven selama minimal 16 jam dengan 110° ± 1°C. 4. Keluarkan dari oven, masukkan ke dalam desiccator, tutup. (tanah merupakan material yang hygroscopis, yang mampu menyerap kelembaban disekitarnya, terutama pada suhu yang berbeda. Untuk itu sebelum menyerap kelembaban, tanah dibiarkan memperoleh berat tetap di dalam desiccator). 5. Setelah mencapai berat tetap (kurang lebih selama 10 menit) keluarkan container, timbang. Wc+d = …..g Perhitungan: Kadar air : Kadar air: Ambil nilai rata-rata dari kedua hasil uji pada container 1 dan

26 container 2. 2.2. Uji Berat Jenis Tanah Tujuan Untuk mendapatkan nilai berat jenis tanah (Gs pada 4 ⁰C) Peralatan 1. Empat buah pycnometer 50 cm3 + tutup 2. Timbangan, sensitivitas 0.01 g 3. Laboratory oven, sensitivitas 1oC 4. Dessicator vacuum + pompa 5. Sendok sample 6. Saringan no. 40 7. Corong kaca

27 Gambar 2.4. Alat uji berat jenis tanah (Sumber: The Foundation Engineering Handbook) Persiapan benda uji: Benda uji berupa tanah yang sudah tidak asli (disturbed sample). Tanah yang akan diuji merupakan tanah kering oven yang harus disaring dengan ayakan #40. Gunakan yang lolos sebagai benda uji. Diperlukan sample sebanyak kurang lebih 60 gram. Sebagai bahan tambah, diperlukan deaired aquadest sebanyak 1.0 liter, kertas tissue yang lembut. Langkah pengujian 1. Pycnometer sebagai alat utama uji harus dalam keadaan bersih,

28 kering dan tutupnya tidak boleh berganti-ganti. Beri identitas ke empat pycnometer tersebut, timbang masing-masing. Diperoleh W1 =.....g 2. Isi pycnometer dengan benda uji sebanyak lebih kurang 15 gram. Gunakan corong kaca untuk memasukkan benda uji ke dalam pycnometer. 3. Timbang pycnometer + tutup kaca. Diperoleh W2 = ...... gram. 4. Isi pycnometer dengan air suling sampai setengah penuh. 5. Masukkan pycnometer ke dalam desiccator vacuum, sambungkan hose desiccator dengan pompa vacuum, nyalakan mesin vacum nya. 6. Atur valve pada desiccator agar proses vaccum tidak membuat tanah terpental keluar. 7. Setelah proses vacuum selesai (ditandai dengan tidak lagi keluar gelembung pada pycnometer), buka valve pada desiccator, kemudian keluarkan pycnometer nya. 8. Isi pycnometer dengan air suling sampai penuh. Tutup pycnometer dengan tiba-tiba, sehingga tidak ada udara terperangkap di dalam pycnometer maupun tutupnya. (Dalam hal terdapat udara terperangkap atau meniscus air terlalu dalam di dalam tutup pycnometer, maka langkah kerja ke delapan harus diulang. 9. Segera setelah itu, bersihkan dan keringkan embun di luar pycnometer. 10. Timbang ke empat pycnometer tersebut. Diperoleh W3 =...gram 11. Keluarkan isi pycnometer yang telah ditimbang, cuci bersih, isi

29 kembali dengan air suling. 12. Bersihkan embun di luar pycnometer, kemudian timbang. Diperoleh W4 =.... gram Perhitungan Berat jenis dinyatakan sebagai berikut: 2.3. Batas-Batas Atterberg Apabila butiran tanah menyatu pada saat kering sehingga diperlukan gaya untuk memisahkannya, maka tanah tersebut dikatakan sebagai tanah kohesif. Apabila butiran individual tanah tersebut terpisah-pisah, sedangkan dalam keadaan basah hanya menempel saja, maka tanah tersebut dikatakan sebagai tanah nonkohesif. Tanah kohesif dapat berada pada beberapa keadaan, yaitu nonplastis, plastis dan berupa cairan kental, tergantung dari banyaknya air yang ada pada tanah tersebut. Keadaan tersebut tidak dijumpai pada tanah nonkohesif. Tanah nonkohesif tidak mempunyai batas yang tegas antara

30 keadaan plastis dan nonplastis, karena tanah jenis ini tidak plastis untuk semua kadar air. Pada keadaan basah tanah nonkohesif terlihat saling menempel, dan ini biasa disebut sebagai kohesi semu (apparent cohesion) dan akan hilang setelah tanah menjadi kering atau benar-benar jenuh. Albert Mauritz Atterberg (1911) ahli kimia dan ilmuwan pertanian Swedia mengusulkan lima kondisi tanah kohesif, yang akhirnya oleh ahli Mekanika Tanah lainnya, Arthur Casagrande direvisi dan secara luas diakui menjadi Batas-batas Atterberg. Dengan semakin banyaknya kadar air pada tanah kohesif, tanah akan berada pada tiga tingkatan, yaitu: • Batas cair (liquid limit = wl), yaitu kadar air, dimana pada nilai yang lebih cair, tanah akan berperilaku seperti cairan kental. Secara kuantitatif, wl dinyatakan sebagai kadar air, dimana celah tanah yang dibentuk oleh grooving tool pada mangkok casagrande akan menutup sepanjang 0.5 inch apabila diketuk dengan tinggi jatuh 1 cm sebanyak 25 kali ketukan. • Batas plastis (plastic limit = wp), yaitu kadar air, dimana pada nilai dibawahnya, tanah tidak lagi berperilaku sebagai bahan plastis. Secara kuantitatif dinyatakan bahwa batas plastis merupakan kadar air, dimana tanah yang dibentuk menjadi seperti lidi akan retak-retak pada diameter 3 mm. • Batas susut (shrinkage limit = ws), merupakan kadar air yang didefinisikan pada derajad kejenuhan = 100%, dimana untuk

31 nilai dibawahnya tidak akan terjadi perubahan volume tanah apabila dikeringkan terus. Selisih antara kadar air batas plastis dan indeks plastisitas (nilai selisih antara batas plastis dan batas cair) dapat dijadikan sebagai indikator untuk menentukan nama tanah butir halus, karena semakin kecil nilai selisih antara batas cair dengan indeks plastisitas, tanah menjadi bersifat kurang plastis dan diameter butir cenderung menjadi semakin besar. Disamping itu ada beberapa nilai yang biasa digunakan sebagai patokan dalam batas-batas Atterberg, yaitu: Indeks plastisitas (plasticity index) - Ip Selisih antara batas cair dan batas plastis, daerah diantaranya disebut daerah keadaan plastis. (2.10) Indeks alir (flow index) - If Perbandingan antara selisih kadar air pada keadaan tertentu dengan selisih antara jumlah pukulan pada kadar air tersebut. Indeks alir menyatakan kemiringan kurva percobaan batas cair. (2.11) Indeks kekakuan (toughness index) - It Perbandingan antara indeks plastisitas dengan indeks alir.

32 (2.12) Indeks kecairan (liquidity index) - Ii Perbandingan antara selisih kadar air asli dengan batas plastis terhadap indeks plastisitasnya. Li ini penting dalam menunjukkan keadaan tanah. (2.13) Indeks konsistensi (consistency index) - Ic Perbandingan antara selisih batas cair dengan kadar air aslinya tehadap indeks plastisitasnya. (2.14) 2.4. Uji Batas Batas Atterberg (ASTM D4318) Maksud dan tujuan: Maksud uji batas-batas Atterberg adalah untuk menentukan angka-angka konsistensi atterberg yaitu: • Batas susut/shrinkage limit (WS). • Batas plastis/plastic limit (WP). • Batas cair/liquid limit (WL). Tujuan pengujian ini adalah untuk mengidentifikasi sifat-sifat

33 tanah berbutir halus dan melakukan klasifikasi tanah butir halus. 2.4.1. Batas Susut Batas Susut merupakan kadar air dimana tanah mulai berbentuk padat. Pada kondisi ini, apabila benda uji dikeringkan lebih lanjut tidak akan terjadi penyusutan volume. a. Sebelum pengeringan b. Setelah pengeringan Gambar 2.5. Uji batas susut (Sumber: Mekanika Tanah (prinsipprinsip rekayasa geoteknis)) Alat yang digunakan: 1. Ring silinder. 2. Timbangan dengan ketelitian 0.01 gr.

34 3. Oven dengan sensitivitas 1oC dan desikator non vacuum. 4. Container kaca dan air raksa (Hg). 5. Pelat kaca dilengkapi 3 buah jarum dan cawan kaca. 6. Pisau. Persiapan benda uji: Tanah yang akan diuji harus disaring dengan ayakan #40. Gunakan yang lolos sebaga benda uji. Siapkan contoh tanah sebanyak 50 gr. Langkah pengujian: 1. Tanah yang dipergunakan boleh diambil dari tanah yang terganggu. 2. Ring silinder diisi dengan contoh tanah, ratakan kedua permukaannya. 3. Masukkan contoh tanah kedalam oven pada temperatur 110±1°C selama minimal 16 jam. 4. Keluarkan dari oven kemudian masukan kedalam desikator selama 1 jam. 5. Isi container kaca dengan air raksa, ratakan permukaan dalam container dengan pelat kaca, karena permukaan air raksa cembung. 6. Timbang container dan pelat kaca. 7. Letakan container diatas cawan kaca, kemudian tekan contoh tanah perlahan-lahan kedalam air raksa didalam container, selanjutnya ratakan dengan pelat kaca. 8. Timbang berat cawan kaca + Hg yang tumpah.

35 2.4.2. Batas Plastis Batas Plastis merupakan kadar air batas bawah plastis. Keadaan ini ditandai dengan terjadinya retak-retak rambut apabilai tanah tersebut dibentuk batang dengan diameter 3 mm. Peralatan: 1. Pelat kaca. 2. Timbangan dengan ketelitian 0.01 gr. 3. Container. 4. Mangkok porselin. 5. Jangka sorong. 6. Oven dengan sensitivitas 1oC dan desikator nonvacuum. Gambar 2.6. Uji batas plastis (Sumber: Dasar-Dasar Mekanika Tanah) Persiapan benda uji: Tanah yang akan diuji harus disaring dengan ayakan #40.

36 Gunakan yang lolos sebagai benda uji. Siapkan contoh tanah sebanyak 50 gr. Langkah pengujian: 1. Masukan contoh tanah dalam mangkok, diremas-remas sampai lembut, ditambahkan aquades sedikit demi sedikit dan aduk sampai homogen. 2. Letakan contoh tanah tersebut diatas pelat kaca dan geleng dengan telapak tangan sampai berbentuk seperti pinsil dengan diameter kira-kira 1/8 inch (3 mm). Apabila pada diameter 3 mm tanah menunjukkan retak-retak, maka tanah tersebut berada pada batas plastis. 3. Timbang container sebanyak dua buah. 4. Masukkan contoh tanah hasil uji tersebut kedalam container, panaskan selama minimal 16 jam pada suhu 110±1°C. 5. Rata-ratakan hasil uji kadar air dari percobaan diatas, dan diperoleh nilai batas plastisnya. 2.4.3. Batas Cair Batas Cair merupakan kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis (batas atas daerah plastis).

37 a. alat casangrade b. alat untuk menggores c. contoh tanah sebelum diuji d. contoh tanah setelah diuji Gambar 2.7. Alat uji batas cair (Sumber: Mekanika Tanah (prinsip-prinsip rekayasa geoteknis))

38 Peralatan: 1. Pelat kaca dan pisau dempul. 2. Timbangan dengan ketelitian 0.01 gr. 3. Container sebanyak 5 buah. 4. Alat Casagrande dengan pisau pemotongnya. 5. Cawan porselin. 6. Oven dan desikator. 7. Aquades. 8. Spatula. Persiapan benda uji: Tanah yang akan diuji harus disaring dengan ayakan #40. Gunakan yang lolos sebaga benda uji. Siapkan contoh tanah sebanyak 50 gr. Langkah pengujian: 1. Masukkan contoh tanah ke dalam dalam cawan porselin, tumbuk dengan penumbuk karet, tambahkan aquades, aduk sampai homogen. 2. Pindahkan tanah tersebut ke dalam pelat kaca, kemudian aduk sampai homogen dengan spatula. 3. Ambil sebagian dari contoh tanah, masukan ke dalam alat casagrande. Ratakan permukaan tanahnya dengan pisau. Belah dua contoh tanah dalam mangkok casagrande dengan grooving tool dengan posisi tegak lurus. 4. Alat casagrande di ketuk dengan kecepatan konstan 2 putaran/detik, dengan tinggi jatuh satu cm.

39 5. Apabila tanah sudah merapat kembali sepanjang 12.7 mm (1/2 inchi), hentikan pengujian, catat jumlah ketukannya. 6. Ambil contoh tanah, masukan ke dalam container yang sudah ditimbang, masukkan ke dalam oven, panaskan selama minimal 16 jam pada suhu 110±1°C. 7. Setelah dikeluarkan dari dalam oven, masukkan container+ tanah panas ke dalam desiccator nonvacuum sampai diperoleh berat tetap, kemudian timbang. 8. Percobaan diatas dilakukan minimal sebanyak 4 kali dengan kadar air yang berbeda. 9. Setelah diperoleh nilai kadar airnya, kemudian buat grafik hubungan antara kadar air (y) dengan jumlah ketukan dalam kertas skala semi-log (x). Grafik ini secara teoritis merupakan garis lurus. 10. Kadar air pada jumlah ketukan 25 kali tersebut disebut sebagai nilai batas cair. 2.4.4. Grafik Hasil Uji Batas-Batas Atterberg Gambar berikut merupakan grafik hubungan antara perubahan kadar air dengan perubahan volume total tanah butir halus pada kedudukan batas susut, batas plastis, dan batas cair. Batas-batas Atterberg sering digunakan secara langsung dalam spesifikasi, dengan tujuan untuk mengontrol tanah yang akan digunakan untuk membangun struktur urugan tanah (Hardiyatmo, 2002).

40 Gambar 2.8. Grafik kondisi batas-batas Atterberg (Sumber: Olahan Pribadi) Soal Latihan 1. Hasil suatu percobaan batas-batas atterberg di laboratorium diperoleh data sebagai berikut: No. benda uji 1 2 3 4 Jumlah Ketukan 10 20 30 40 Berat tanah basah + cawan (gram) 29,90 27,22 24,71 25,20 Berat tanah kering + cawan (gram) 24,50 23,20 21,70 22,20 padat semi padat plastis cair V ol u m e ta Kadar air

41 Batas plastis: PL = 25% Kadar air alami: w = 35% Berat spesifik/berat jenis: G = 2,50 Tentukan: a. Batas cair b. lndeks kecairan c. lndeks plastis d. Angka pori pada batas cair e. Kekentalan relatif f. lndeks pengaliran 2. Hasil pengujian batas cair dan batas plastis, diperoleh data sebagai berikut: Jumlah Ketukan (N) Kadar air (w%) 15 43,50 25 38,30 30 37,40 35 35,20 Batas plastis: PL = 22,30% Kadar air alami: w = 28,40% Berat spesifik / berat jenis: G = 2,50 Tentukan: a. Gambar kurva aliran percobaan batas cair b. hitung batas cair tanah tersebut Berat cawan (gram) 14,79 14,41 14,28 14,51

42 c. Indeks plastisitas d. Indeks kecairan e. Angka pori pada batas cair tanah tersebut

43 BAB 3 KLASIFIKASI TANAH Klasifikasi di dalam mekanika tanah bertujuan untuk mencari tata nama tanah. Terdapat beberapa cara yang biasa dilakukan untuk mencari tata nama tanah, sesuai dengan institusi yang menangani kerja di seluruh dunia, tetapi yang sering dipakai adalah Unified Soil Classification System (USCS) dan American Association of Street Highway and Transportation Officials (AASHTO). Dibawah ini akan disampaikan cara untuk mencari tata nama berdasarkan ke dua cara tersebut. 3.1. Unified Soil Classification System (USCS) Cara ini lebih banyak digunakan untuk mengetahui tata nama tanah berdasarkan pekerjaan konstruksi bangunan gedung yang di pakai di Amerika Serikat, walaupun banyak institusi di seluruh dunia pada akhirnya mengikuti cara tersebut. Berdasarkan USCS, tanah dibagi menjadi dua yaitu tanah berbutir kasar dan tanah berbutir halus, tergantung dari jumlah berat butir yang dominan yang lolos saringan nomor 200 atau berukuran butir 0.074 mm (ASTM). Dominasi tersebut adalah apabila salah satunya lebih besar dari 50%. Untuk mengetahui jumlah berat ukuran butir yang dominan, dilakukan dua pengujian. Uji untuk tanah berbutir kasar dilakukan dengan analisa ayak (saringan), dimana seperangkat saringan dengan ukuran

44 paling kecil berada di bawah disusun sedemikian sehingga semakin ke atas besarnya lubang saringan akan semakin besar. Bagian paling bawah adalah saringan buntu (pan). Masing-masing saringan tersebut ditimbang untuk diketahui beratnya, kemudian tanah kering oven yang telah diketahui beratnya dimasukkan ke dalam saringan yang paling atas dan ditutup. Setelah digetarkan beberapa saat, tanah akan turun dan tertahan pada saringan sesuai dengan diameter butir tersebut. Masing-masing saringan dengan tanah yang tertahan kemudian ditimbang dan berat tanah tertahan dicatat. Beratnya butir tanah yang tertahan kemudian diakumulasi dan dibuatkan grafik kurva ukuran butir untuk mengetahui bagian butir yang mendominasi ukuran tersebut. Untuk selanjutnya cara pengujian akan disampaikan di bawah ini. 3.2. Uji Analisis Ayak SNI 1968-1990-F Pendahuluan Partikel-partikel pembentuk tanah pada dasarnya mempunyai ukuran dan bentuk yang beraneka ragam, baik pada tanah kohesif maupun tanah non-kohesif. Sifat tanah secara umum banyak ditentukan oleh ukuran butir dan distribusinya. Analisa ukuran butir dipakai sebagai acuan untuk melakukan klasifikasi tanah. Di dalam prakteknya, analisis ukuran butir ini dilakukan dengan dua cara: • Uji analisis ayak (sieve analysis) dilakukan untuk tanah yang dominan berbutir kasar (pasir, kerikil). • Uji analisis hidrometer (hydrometer analysis) dilakukan untuk

45 tanah berbutir halus (lolos ayakan No. 200). Maksud Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui ukuran butir dan susunan butir atau gradasi tanah. Gambar 3.1. Mesin penggetar ayakan (Sumber: The Foundation Engineering Handbook) Peralatan • Mesin penggetar saringan (Shieve Shaker) • Seperangkat saringan (Sieve) • Timbangan dengan sensitivitas 0,01 gram

46 • Pan Adapun setiap saringan memiliki nomor yang berbeda, setiap nomor memiliki ukuran lubang yang tentunya berbeda pula, sebagaimana ditunjukkan tabel 3.1. berikut: Tabel 3.1. Nomor dan ukuran ayakan Ayakan Nomor (#No) Lubang (mm) 4 4,750 (batas G & S) USCS 6 3,350 8 2,360 10 2,000 (batas G & S) AASHTO 16 1,180 20 0,850 30 0,600 40 0,425 50 0,300 60 0,250 80 0,180 100 0,150 140 0,106

47 170 0,088 200 0,075 (batas halus & kasar) Langkah pengujian A. Cara Kering 1. Bersihkan masing-masing saringan dan pan yang akan digunakan, kemudian timbang dan susun dengan lubang yang semakin ke atas semakin besar. 2. Letakan susunan saringan tersebut diatas alat pengguncang. 3. Oven dengan temperatur 600 C atau keringkan dengan sinar matahari benda uji selama minimal 9 jam, kemudian tumbuk dengan palu karet agar butirannya tidak hancur. 4. Masukan benda uji kedalam perangkat saringan paling atas kemudian ditutup. 5. Lakukan penggetaran selama kurang lebih 10 menit, setelah itu diamkan selama 10 menit pula agar debu yang masih berterbangan di dalam saringan mengendap. 6. Timbang berat masing-masing saringan beserta benda uji yang tertahan didalamnya, termasuk pan. B. Cara Basah 1. Oven dengan temperatur 600 C atau keringkan dengan sinar matahari benda uji selama minimal 9 jam, kemudian pisahkan butir-butir tanah dengan palu karet. Jaga agar butirannya tidak hancur.

RkJQdWJsaXNoZXIy MTM3NDc5MQ==