Ina Sukaesih - Langkah Praktis Menerjemahkan

4 mempertahankanaspek padanan semantik dan stylistiknya. Selanjutnya, masalah equivalance dalam penerjemahan berkaitan dengan pemahaman mengenai unit penerjemahan. Zlaveta (2000 dalam Santosa 2009) menjelaskan pula bahwa pada umumnya dalam studi penerjemahan, teks atau analisis wacana menjadi alat fundamental dalam memahami bahasa sumber (Bsa). Hal ini disebabkan, unit dasar dari penerjemahan adalah teks, bukan hanya kata, frasa, atau kalimat. Pandangan ini selanjutnya membawa pemahaman terhadap equivalanve atau kesepadanan. Para ahli dalam studi penerjemahan menyebut istilah equivalance dengan textual equivalance atau kesepadanan teks (lihat juga Robinson 1997; Track 2000; Zlateva 2000; Dimitriu 2000 dalam Santosa 2009). Lebih lanjut, pendekatan SFL menjelaskan bahwa textual equivalance meliputi seluruhaspek yaitu konteks budaya, genre dan register. Textual equivalance dalam hal konteks budaya berkaitan dengan foreignization (forenisasi) dan domestication (domestikasi). foreignization (forenisasi) dan domestication (domestikasi) adalah suatu cara yang dapat digunakan penerjemah untuk menghadapi masalah budaya ketika menerjemahkan. Forenisasi adalah suatu cara yang digunakan untuk tetap menerjemahkan aspek budaya di bahasa sumber (Bsu) tetap dipertahankan di bahasa sasaran (Bsa). Sementara itu, domestikasiadalah suatu cara yang lebih menantang karena penerjemah dapat membawa makna budayadi bahasa sumber (Bsu) lebih dekat ke dalam bahasa sasaran (Bsa). Textual equivalance dalam hal genre mencakup pilihan genre yang sepadan

RkJQdWJsaXNoZXIy MTM3NDc5MQ==