10 membingungkan. Reaksi pakar terjemahan terhadap kondisi yang membingungkan ini, Kelly (1979) berpendapat bahwa “ A translator moulds his image of translation by the function, he assigns to language, from function, one extrapolates to nature. Thus those who translate merely forobjective information have define translation differently from those for whom the source texthas a life of his own” ( Nord 1997:8). Kelemahan pendekatan Equivalen mendapat kritikan dari berbagai pihak dan kritikanini ternyata menjadi titik awal bagi para pakar linguistik untuk memulai penelitian linguistik dengan pendekatan “fungsional”, termasuk dalam melakukan penerjemahan. Kritikan ini juga didasarkan pada pengalaman para penerjemah professional yang mengungkapkanbahwa pendekatan equivalen tidak bisa diimplementasikan secara keseluruhan ketika melakukan terjemahan dan rekonstruksi makna dari Bsu ke Bsa. Katharina Reiss sebagai seorang penerjemah professional dari Jerman memperkenalkan pendekatan “Functional Category” dalam mengkritisi pendekatan terjemahan equivalen. Sebagai seorang penerjemah yang berpengalaman Reiss membuktikanbahwa penerjemahan equivalen tidak mungkin dilakukan. Menurut Reiss seperti yangdikutip Nord (1997:9) “The ideal translation would be one in which the aim in the TL (targetlanguage) is equivalence as regards the conceptual content, linguistic form and communicative function of a SL (Source Language) text. Bagi Reiss penerjemahan yang ideal adalah apabila tujuan dalam Bsa dipandang equivalen
RkJQdWJsaXNoZXIy MTM3NDc5MQ==