27 dan ‘angin menembus‘ diterjemahkan menjadi the wind pierces. 4. Penerjemahan Etnografik Soemarno (1983) mengemukakan bahwa tujuan penerjemahan etnografik adalah menjelaskan konteks-konteks budaya dari Bsu dan Bsa. Penerjemah harus peka terhadap perbedaan pemakaian katakata yang mempunyai bentuk dan arti yang mirip dalam suatu bahasa (p. 26). Dia harus menemukan kata-kata yang cocok dalamBsa untuk mengungkapkan masalah-masalah kebudayaan yang terbatas dalam Bsu. Nababan (2003) memberi contoh tentang penggunaan yang berbedabeda antara katayes dan yea dalam bahasa Inggris Amerika (pp. 3334). Penerjemah harus mampu menemukan padanannya dalam Bsa. Hal ini akan sukar dilakukan apabila suatu kataBsu ternyata belum atau tidak mempunyai padanan dalam Bsa, yang disebabkan oleh berbedanya budaya pemakai kedua bahasa. Kata ‘delman‘ dan ‘bemo‘ itu tetap ditulis dalam bahasa Indonesia. Kemudian penerjemah memberi keterangan dalam bentuk catatan kaki (footnotes) tentang arti dari kata tersebut, misalnya untuk kata ‘delman‘ diberi keterangan two-wheeled buggy, ‘bemo‘ diberi keterangan small motorized vehicle used for public transportation. Cara ini dianggap paling tepat dalam mengatasi ketiadaan padanan kata Bsu dalam Bsa yang disebabkan oleh budaya kedua bahasa itu berbeda satu sama lain.
RkJQdWJsaXNoZXIy MTM3NDc5MQ==