55 keaslian pesannya, akan tetapi masih terdapat penyimpangan tata bahasa yang dibiarkan dan pilihan kata yang tidak luwes. Metode penerjemahan ini berpegang teguh pada maksud dan tujuan teks sumber, sehingga hasilterjemahannya kadang-kadang masih terasa kaku dan seringkali terasa asing. Dengan menggunakan metode penerjemahan ini, penerjemah sangat mempertahankan aspek format (dalam teks hukum), aspek bentuk (dalam teks puisi), bentuk metafora (dalam penerjemahan teks sastra), dan bentuk istilah (dalam teks informatika), sehingga pembaca secara lengkap masih melihat kesetiaan pada segi bentuknya dalam bahasa sasaran, meskipun hasil terjemahannya tidak lazim atau tidak dikenal. Penerjemahan ini sering disebut dengan translationese (Hoed, 2006:57). Perhatikan beberapa contoh terjemahan dengan menggunakan metode setia yang sudah dimodifikasi (Newmark, 1988, p. 46; Machali, 2000, p. 51; Hartono, 2009, p. 21; Hartono, 2013, p. 18) sebagaiberikut: Tsu: Jack is too well aware that he is naughty. Tsa: Jack menyadari terlalu baik bahwa ia nakal. Kalimat di atas diterjemahkan secara setia. Dalam hal ini penerjemah secara setia mempertahankan frase ‘too well aware‘ ini dengan menerjemahkan menjadi ‘menyadari terlalu baik‘ walaupun terjemahannya terasa janggal. Akan lebih tampak wajar, jika kalimat tersebut diterjemahkan menjadi ‘Jack sangat sadar bahwa ia nakal.
RkJQdWJsaXNoZXIy MTM3NDc5MQ==