106 yang dikemas. Saat ini, kemasan makanan tidak hanya menargetkan kenyamanan produk dan memberikan perlindungan yang memadai tetapi juga memberikan teknologi yang memudahkan memberikan informasi kepada konsumen, seperti penggunaan kemasan pintar (Galić et al., 2019). Interaksi kemasan makanan termasuk permeabilitas gas dan uap air ke dalam atau ke luar kemasan, migrasi komponen kemasan ke dalam makanan, scalping aroma makanan ke dalam paket, dan penetrasi cahaya melalui kemasan. Interaksi ini mengubah kompo- sisi, kualitas, dan sifat fisik makanan dan kemasan. Saat memilih bahan kemasan untuk produk susu, berbagai faktor penting perlu dipertimbangkan seperti toksisitas, kompatibilitas dengan produk, ketahanan benturan, pemeliharaan sanitasi, bau dan perlindungan ringan, persyaratan bentuk dan berat, daya tarik pemasaran (Galić et al., 2019). Sifat dan karakteristik produk susu yang akan dikemas menen- tukan pemilihan bahan dan metode pengemasan yang sesuai. Misal- nya, jika produk rentan terhadap oksidasi (seperti mentega), bahan yang dipilih harus memiliki sifat penghalang yang tinggi terhadap oksigen untuk memungkinkan umur simpan yang dinyatakan. Jika pilihan bahan kemasan tidak tepat, interaksi yang tidak diinginkan dengan produk susu kemasan dapat terjadi sehingga menimbulkan kekhawatiran serius tentang keamanannya. Dalam dekade terakhir masalah migrasi bisphenol A (BPA) pada berbagai produk susu telah dicatat. Oleh karena itu, harus digarisbawahi bahwa BPA merupa- kan salah satu senyawa sintetik yang paling banyak digunakan di seluruh dunia dan dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia, terutama pada bayi. BPA biasanya diterapkan dalam produksi plas- tik polikarbonat tertentu dan pelapis resin epoksi untuk kaleng. BPA memiliki sifat lipofilik, sehingga mudah berpindah dari wadah atau
RkJQdWJsaXNoZXIy MTM3NDc5MQ==