Yelvi - Konsep & Aplikasi Mekanika Tanah Jilid 1

i

ii

iii KONSEP & APLIKASI MEKANIKA TANAH JILID 1 Yelvi A’isyah Salimah

iv

v KONSEP & APLIKASI MEKANIKA TANAH JILID 1

vi Hak Cipta Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta • Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). • Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). • Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/ a tau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ a tau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). • Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

vii KONSEP & APLIKASI MEKANIKA TANAH JILID 1 Yelvi A’isyah Salimah Penerbit PNJ Press Anggota APPTI No: 001.004.1.06.2018

viii KONSEP & APLIKASI MEKANIKA TANAH JILID 1 Yelvi A’isyah Salimah Editor Nunung Martina, Arliandy Pratama Desain Sampul & Tata Letak Dimas Surya Perdana Penerbit PNJ Press Gedung Q, Politeknik Negeri Jakarta, Jl. G.A. Siwabessy, Kampus Baru UI, Depok Cetakan Pertama, November 2021 ISBN : 978-623-5537-00-9 Hak Cipta Dilindungi Oleh Undang-Undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.

ix PRAKATA Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan buku ini. Sudah lama penyusun ingin menuangkan materi pengajaran yang biasanya dibuatkan dalam bentuk power point menjadi sebuah buku. Alhamdulillah akhirnya dapat terwujud. Buku ini disusun dengan harapan dapat membantu para mahasiswa Teknik Sipil, khususnya mahasiswa D-IV Program Studi Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan dalam memahami persoalan mekanika tanah. Buku ini merupakan buku daring yang dilengkapi dengan video pembelajaran sehingga lebih mudah dipahami. Penyajiannya tidak saja dalam bentuk teori, namun disertai contoh soal untuk memperjelas aplikasinya. Ruang lingkup pokok pembahasan dalam buku ini adalah mengenai jenis-jenis tanah, analisis butiran tanah, batas- batas Atterberg, klasifikasi tanah, pemadatan tanah di laboratorium dan lapangan, serta kuat geser tanah. Buku ini disusun sudah diusahakan sebaik mungkin, namun tentu saja masih ada kekurangannya. Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritikan dan saran bagi para pembaca untuk kesempurnaan buku ini. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para pembaca terutama bagi mahasiswa Teknik Sipil, khususnya dilingkungan Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Jakarta.

x KATA PENGANTAR Buku ini disusun sesuai dengan Rencana Pembelajaran Semester (RPS) Tahun 2021 di Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Jakarta. Buku ini diharapkan dapat membantu pemahaman mahasiswa dalam mata kuliah Mekanika Tanah 1 di Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Jakarta. Pembahasan dan Bahasa Indonesia yang digunakan dibuat sederhana sehingga memudahkan pemahaman bagi pembacanya. Konsep mekanika tanah yang disajikan dalam buku ini mengenai jeni-jenis tanah dan cara mengidentifikasi tanah di lapangan secara sederhana, mengklasfikasikan tanah berdasarkan data hasil uji saringan dan hydrometer maupun batas-batas atterberg. Selain itu pembahasan mengenai pemadatan tanah yang dilakukan dilaboratorium dan dilapangan serta cara mengontrol kepadatan tanah dilapangan. Konsep kuat geser tanah, jenis pengujian serta analisisnya juga disajikan dalam buku ini buku ini.

xi DAFTAR ISI PRAKATA KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR ILUSTRASI/GAMBAR DAFTAR VIDEO TINJAUAN MATA KULIAH BAB 1 PENDAHULUAN BAB 2 HUBUNGAN BERAT DAN VOLUME TANAH BAB 3 ANALISIS UKURAN BUTIRAN BAB 4 BATAS-BATAS ATTERBERG BAB 5 SISTEM KLASIFIKASI TANAH BAB 6 PEMADATAN TANAH BAB 7 KUAT GESER TANAH DAFTAR PUSTAKA BIOGRAFI PENULIS ix x xi xii xiii xv xvi 1 21 35 55 71 89 111 141 143

xii DAFTAR TABEL Tabel 1. 1 Tabel Ukuran Masing-Masing Jenis Tanah Tabel 1. 2 Klasifikasi Butiran Tanah Table 2. 1 Tabel Berat Jenis (GS) Tabel 3. 1 Saringan Standar Amerika Tabel 3. 2 Contoh Perhitungan Analisa Ayakan (Contoh tanah 500 gr) Tabel 3. 3 Values of K for several unit weight of soil solid and temperature combination Tabel 3. 4 Pengukuran hydrometer Tabel 3. 5 Grain Diameter, mm Tabel 4. 1 Harga (N/25)0.121 Tabel 4. 2 Contoh Form Pengujian Batas Cair (LL) Tabel 4. 3 Form Pengujian Kadar Air Batas Plastis (PL) Tabel 4. 4 Tabel Liquid Limit Tabel 4. 5 Indeks Plastisitas Tabel 5. 1 Sistem Klasifikasi Tanah Unified Tabel 5. 2 Klasifikasi Tanah AASHTO Tabel 5. 3 Klasifikasi Tanah AASHTO Tabel 6. 1 Pemadatan laboratorium Tabel 7. 1 Harga φ pada beberapa macam tanah 15 16 25 36 37 43 44 45 59 60 62 62 63 74 78 79 93 128

xiii DAFTAR ILUSTRASI/GAMBAR Gambar 1.1 Bapak Mekanika Tanah Gambar 1. 2 Menara Pissa Gambar 1. 3 Ruang Lingkup Mekanika Tanah Gambar 1. 4 Pemotongan Lereng Gambar 1. 5 Waduk Saguling, Jawa Barat Gambar 1. 6 Pondasi Sarang Laba-laba Gambar 1. 7 Penggalian dan Penimbunan Gambar 1. 8 Terowongan (tunnel) Gambar 1. 9 Jalan Gambar 1. 10 Jalan di Tanah Lunak Gambar 1. 11 Pondasi Bawah Laut Gambar 1. 12 Permasalahan yang dapat terjadi akibat tanah Gambar 2. 1 Diagram fase Tanah Gambar 2. 2 Hubungan Volume dan Berat Tanah Gambar 3.1 Contoh Form Distribusi Ukuran Butir Tanah Gambar 3. 1 Alat yang digunakan dalam pengujian Hidrometer Gambar 3. 2 Pembacaan hydrometer Gambar 3. 3 Dimensi dan istilah dalam pengujian Hydrometer Gambar 3. 4 Grafik Analisis Saringan Gambar 4. 1 Batas-Batas Atterberg Gambar 4. 2 Alat Uji Batas Cair Gambar 4. 3 Pengujian Plastic Limit Gambar 4. 4 Perbedaan Volume Tanah Sebelum di Oven Gambar 4. 5 Hubungan Kadar Air dan Jumlah Pukulan Gambar 5. 1 Diagram Plastisitas 2 2 5 5 6 7 8 8 9 10 10 11 22 23 38 39 40 41 46 56 60 61 64 67 76

xiv Gambar 6. 1 Contoh Kegagalan Akibat Pemadatan Gambar 6. 2 Prinsip-Prinsip Pemadatan Gambar 6. 3 Alat Pengujian Pemadatan di Laboratorium Gambar 6. 4 Pengujian Pemadatan Gambar 6. 5 Hasil Pengujian pada tanah lempung berlanau Gambar 6. 6 Alat Uji Pemadatan di Lapangan Gambar 6. 7 Pengujian Sand Cone Gambar 6. 8 Spesifikasi Teknis yang Umum Digunakan Gambar 7. 1 Kekuatan Geser Tanah Gambar 7. 2 Bidang Runtuh Gambar 7. 3 Kuat Geser Tanah Gambar 7. 4 Kriteria kegagalan Mohr-Coulomb Gambar 7. 5 Lingkaran Mohr Gambar 7. 6 Grafik tegangan geser vs tegangan normal Gambar 7. 7 Alat Uji Kuat Tekan Bebas Gambar 7. 8 Lingkaran Mohr Gambar 7. 9 Alat Uji Direct Shear Test Gambar 7. 10 Prinsip Uji Geser Gambar 7. 11 Alat Uji Triaxial Gambar 7. 12 Lingkaran Mohr Hasil Pengujian Triaxial 90 91 93 95 97 100 100 102 112 113 114 116 117 119 123 124 125 125 129 134

xv DAFTAR VIDEO Video 1 Video 2 Video 3 Video 4 Video 5 Video 6 Video 7 28 48 65 65 79 103 135

xvi TINJAUAN MATA KULIAH Mata Kuliah Mekanika Tanah 1 berbobot 2 SKS ini wajib ditempuh bagi mahasiswa Teknik Sipil Politeknik Negeri Jakarta sesuai persyaratan. Tujuan yang ingin dicapai setelah mempelajari mata kuliah ini adalah mahasiswa mampu menginventarisasi, mengidentifikasi data dan informasi dan mengambil keputusan atas hasil uji lapangan dan laboratorium untuk menentukan sifat fisik dan mekanik tanah. Dengan demikian diharapkan sebagai mahasiswa mampu mampu mengusai materi mata kuliah secara utuh. Kemampuan akhir yang diharapkan dari matakuliah Mekanika Tanah 1 adalah sebagai berikut: 1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi tanah, permasalahan sifat-sifat tanah dalam bidang perancangan jalan dan jembatan, serta struktur tanah dan sifat-sifatnya. 2. Mahasiswa mampu mendiskripsikan tanah cara sederhana di lapangan secar visual dan manual 3. Mahasiswa mampu menganalisis butiran tanah dari analisis ayakan dan analisis Hydrometer 4. Mahasiswa mampu menentukan batas cair, batas plastis dan Batas Susut 5. Mahasiswa mampu mengklasifikasi tanah dengan cara USCS dan AASHTO 6. Mahasiswa mampu menghitung hubungan berat volume tanah 7. Mahasiswa mampu melakukan perhitungan pemadatan tanah di laboratorium dan lapangan 8. Mahasiswa mampu menentukan dan menghitung kekuatan geser tanah dari Uji Kuat Tekan Bebas, Uji Geser Langsung, dan Uji Triaxial

xvii Bukan seberapa banyak ilmu dipelajari, namun seberapa banyak ilmu diterapkan. Saya persembahkan buku ajar ini agar dapat digunakan dalam proses pengajaran. Kehadiran buku ini dapat membantu mahasiswa dalam memahami konsep dan aplikasi Mekanika Tanah 1.

xviii

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Definisi dan Sejarah Perkembangan Mekanika Tanah Mekanika Tanah adalah suatu cabang dari ilmu teknik yang mempelajari perilaku tanah dan sifatnya yang diakibatkan oleh tegangan dan regangan yang disebabkan oleh gaya-gaya yang bekerja. Karl von Terzaghi merupakan orang pertama yang mengungkapkan mekanika tanah secara komprehensif melalui publikasinya yg berjudul Erdbaumechanik auf bodenphysikalicher Grundlage” (Mekanika Tanah Berdasar pada Sifat-Sifat Dasar Fisik Tanah) pada tahun 1925 (Gambar 1.1). Buku ini membahas prinsip-prinsip dasar dari ilmu mekanika tanah modern, dan menjadi dasar studi-studi lanjutan ilmu ini, sehingga Terzaghi disebut sebagai “Bapak Mekanika Tanah”. Mengapa Ilmu Mekanika Tanah penting dipelajari bagi Jurusan Teknik Sipil? Ilmu Mekanika Tanah sudah dikenal sejak berabad yang lalu. Kayu dan batu sudah digunakan sebagai pondasi sejak tahun 2000 sebelum masehi. Banyak bangunan yang dibangun pada tahun antara 400 s/d 1400. Salah satu masalah yang dihadapi adalah penurunan (settelment) yang besar. Sebagai contoh

2 adalah menara Pisa yang dibangun antara tahun 1174 - 1350 (Gambar 1.2) dan Taj Mahal yang dibangun antara tahun 1632-1650. Menara Pisa mulai dibangun tahun 1173 dan miring dari garis lurus sepanjang 5 m. Gambar 1.1 Bapak Mekanika Tanah Gambar 1. 2 Menara Pissa Pada tahun 1990 hingga 2001 dilakukan restorasi membuat menara sedikit stabil dan sampai saat ini Menara Pisa masih miring 3,99o ke arah selatan.

3 Pada tahun 1661, Perancis membuat progran intensif untuk peningkatan jalan dan membangun kanal. Pada tahun 1776, Colomb, seorang Prancis mengemukakan teori "Wedge Theory of Earth Pressure". (Teori Keruntuhan Tanah yang berada di belakang Retaining Wall). Colomb adalah orang pertama yang memperkenalkan konsep bahwa bahwa kekuatan geser tanah terdiri dari atas 2 komponen yaitu gesekan dan kohesi. Kemudian Poncelet (1788-1867) mengembangkan teori Colomb yaitu memberikan metode grafis untuk menentukan tekanan tanah pada dinding penahan tanah, baik dinding vertikal maupun dinding miring. K.Culmann (1866) menurunkan rumus geometris untuk teori Colomb. Analisa secara grafis juga dikemukakan oleh Rebhann (1871) dan Weyrauch (1878). Pada tahun 1856 muncul 2 teori baru yang penting yaitu Hukum Darcy tentang aliran air di dalam tanah dan Hukum Stokes tentang pengendapan partikel padat di dalam cairan. Pada tahun 1857 Rankine mengemukakan rumus untuk menghitung tekanan tanah dan daya dukung pondasi. Konstribusi penting lainnya adalah berasal dari Boussinesq (1885) yang mengemukakan analisa distribusi tegangan pada lapisan elastis yang berada di bawah permukaan dimana beban terpusat bekerja. MullerBreslau (1906) melakukan percobaan tekanan tanah pada model dinding penahan tanah berskala besar. Pada tahun 1871, O Mohr mengemukakan gambar diagram tegangan

4 yang dikenal dengan lingkaran Mohr. Didalam mekanika tanah, Lingkaran Mohr digunakan untuk menganalisa Kekuatan Geser Tanah. Pada awal abad ke 20, sifat-sifat fisik tanah baru bisa dipahami, Atterberg (1911) mengemukakan beberapa tingkatan konsistensi tanah liat yang tergantung pada kadar air. Pada tahun 1916, Petterson dan Hultin menggunakan teori "Circular Sliding Theory" yang dikenal dengan "Friction Circle Instability Calculation", yang dikembangkan lebih lanjut oleh Fellenius pada tahun 1926 sehingga dikenal dengan nama "Swedish Method of Slope Analysis". Tahun 1920, L. Prandti mengemukakan teori keseimbangan Plastis yang merupakan dasar untuk perhitungan daya dukung tanah. Selanjutya ilmu mekanika tanah mulai berkembang dan berkembang hingga saat ini. 1.2 Ruang Lingkup Mekanika Tanah Ruang lingkup mekanika tanah sangat luas. Pekembangan ilmu mekanika tanah hingga saat ini sudah banyak memecahkan berbagai masalah di bidang Teknik Sipil. Gambar 1.3 dapat memberikan pemahaman mengenai ruang lingkup Mekanika Tanah.

5 Gambar 1. 3 Ruang Lingkup Mekanika Tanah Beberapa penerapan ilmu mekanika tanah yang digunakan sebagai pemecahan masalah dalam bidang Teknik Sipil: 1. Perencanaan dan Pelaksanaan Pemotongan Lereng/Tebing (cut slope) Pemotongan lereng ini umumnya dilakukan untuk pembuatan jalan raya/kereta api atau untuk keperluan drainase sepeti terlihat pada Gambar 1.4. Hal-hal yang perlu diketahui adalah: kuat geser tanah dan besarnya pembebanan yang direncanakan serta teknik perbaikan tanah yang dipakai. Gambar 1. 4 Pemotongan Lereng

6 2. Perencanaan dan Pelaksanaan Bendungan Tanah (embankment dam) Bendungan tanah umumnya untuk pembuatan PLTA dan irigasi (Gambar 1.5). Hal-hal yang perlu diketahui adalah: sifat tanah alami (indeks kepadatan, sifat-sifat plastis, berat spesifik, ukuran butiran, rembesan, konsolidasi, sifat pemadatan, kuat geser dalam tanah dan lain-lain). Gambar 1. 5 Waduk Saguling, Jawa Barat 3. Perencanaan dan Pelaksanaan Pondasi Pondasi digunakan sebagai penyalur beban struktur atas (upper structure), seperti pada bangunan gedung, jembatan, jalan raya, terowongan, kanal, dinding penahan tanah, bendungan, dan lain-lain (Gambar 1.6). Hal-hal yang perlu diketahui adalah daya dukung tanah, pola distribusi tegangan dalam tanah di bawah daerah pembebanan, kemungkinan penurunan pondasi, pengaruh air tanah dan getaran dan lain-lain.

7 Gambar 1. 6 Pondasi Sarang Laba-laba 4. Perencanaan dan Pelaksanaan Penggalian dan Penimbunan Penggalian dan penimbunan tanah umumnya untuk pembuatan saluran drainase permukaan dan jalan raya (Gambar 1.7). Hal-hal yang perlu diketahui adalah: kuat geser tanah dan sifat-sifat tanah seperti rembesan air tanah, sehingga kemiringan dan tinggi galian dan timbunan dapat direncanakan. Untuk mencegah keruntuhan tanah galian biasanya dipakai penguat lateral/turap-turap pada kedalaman tertentu.

8 Gambar 1. 7 Penggalian dan Penimbunan 5. Perencanaan dan Pelaksanaan Penggalian dan Pelaksanaan Bangunan Bawah Tanah Bangunan bawah tanah ini umumnya berupa: terowongan (tunnel) (Gambar 1.8), gedung bawah tanah, bangunan drainase bawah tanah dan jaringan pipa /kabel). Hal-hal yang perlu diketahui selain sifat-sifat alami tanah juga pengetahuan tentang interaksi struktur tanah serta pembebanan yang ada. Gambar 1. 8 Terowongan (tunnel)

9 6. Perencanaan dan Pelaksanaan Perkerasan Jalan Perkerasan jalan dapat berupa jalan raya (Gambar 1.9) maupun jalur kereta api. Hal-hal yang perlu diketahui adalah: sifat tanah dasar, besarnya pembebanan yang direncanakan dan teknik perbaikan tanah seperti kekuatan (data CBR, pemadatan dan daya dukung tanah) dan stabilitas tanah. Gambar 1. 9 Jalan 7. Perencanaan dan Pelaksanaan Konstruksi di Tanah Lunak (soft soil) Konstruksi ini umumnya dibangun di atas tanah lunak (Gambar 1.10) karena lapisan tanah kerasnya sangat dalam (tanah gambut, rawa-rawa, pantai dan lain-lain). Hal-hal yang perlu diketahui adalah: sifat-sifat tanah alami dan metode-metode perbaikan tanahnya.

10 Gambar 1. 10 Jalan di Tanah Lunak 8. Perencanaan dan Pelaksanaan Pondasi Daerah Pantai/Laut Bangunan daerah pantai/laut bisa berupa: mercusuar, dermaga, kilang minyak dan lain-lain (Gambar 1.11). Halhal yang perlu diketahui seperti pembangunan pondasi di atas permukaan tanah ditambah adanya faktor beban karena gelombang dan angin serta faktor kondisi di lapangan yang ada (misalnya kedalaman laut waktu pasang dan surut). Gambar 1. 11 Pondasi Bawah Laut

11 1.3 Permasalahan yang dapat Terjadi Akibat Tanah Beberapa permasalahan yang terjadi akibat tanah antara lain longsornya badan jalan dan kereta api, amblasnya tanah, penurunan pada jalan dan bangunan gedung, jebolnya bendungan, kegagalan konstuksi pada dinding penahan tanah, likuifaksi, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1. 12 Permasalahan yang dapat terjadi akibat tanah 1.4 Tanah dalam Pandangan Teknik Sipil Pengertian tanah dalam pandangan Teknik Sipil adalah himpunan material, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar

12 (bedrock). Ikatan antara butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik, atau oksida-oksida yang mengendap di antara partikel-partikel. Proses Pembentukan Tanah dari Batuan Induknya Berdasarkan asal mula penyusunnya, tanah dapat dibedakan ke dalam dua kelompok besar yaitu sebagai hasil pelapukan secara fisis dan kimia. 1. Proses Fisik Mengubah batuan menjadi partikel yang lebih kecil, terjadi akibat pengaruh erosi, angin, air, es, manusia, perubahan suhu atau cuaca. 2. Proses Kimia Terjadi oleh pengaruh oksigen, karbondioksida, air (terutama yang mengandung asam atau alkali) dan prosesproses kimia lain. Jika hasil pelapukan masih berada di tempat asalnya disebut “tanah residual” (residual soil) dan apabila berpindah tempat disebut “tanah terangkut” (transported soil). Ukuran dari partikel tanah sangat beragam dan mempunyai variasi yang cukup besar. Tanah umunya dapat disebut sebagai kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt) atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel yang paling

13 dominan pada tanah tersebut. Pasir, lempung, lanau atau lumpur menggambarkan ukuran butiran yg telah ditentukan selain itu menggambarkan sifat tanah yang khusus. Kerikil dan pasir disebut sebagai tanah berbutir kasar. Sedangkan lanau dan lempung disebut sebagai tanah berbutir halus dan kohesif. Kerikil dan Pasir Butir-butir kerikil biasanya terdiri dari pecahan-pecahan, tetapi kadang-kadang terdiri dari satu macam zat mineral tertentu, misalnya kwartz atau flint. Butir-butir pasir hampir selalu terdiri dari satu macam zat mineral, terutama kwartz. Butir-butir kerikil maupun pasir yang mempunyai ukuran sama disebut sebagai ‘Bergradasi Seragam dan Loose. Sedangkan butir-butir kerikil maupun pasir yang mempunyai ukuran butiran merata (dari kecil sampai besar) disebut sebagai “Bergradasi baik”. Lanau Lanau adalah bahan yang merupakan peralihan antara lempung dan pasir halus, kurang plastis dan lebih mudah ditembus air daripada lempung, dan memperlihatkan sifat dilatasi yang tidak terdapat pada lempung. Dilatasi adalah: Menunjukkan gejala perubahan isi apabila lanau itu dirubah bentuknya. Juga lanau menunjukkan gajala

14 untuk menjadi ‘quick’ (hidup) apabila diguncang atau digetarkan. Lempung Lempung adalah tanah berbutir halus dengan ukuaran butir (ASTM/USCS) 0,002 mm sampai ke yang lebih halus. Lempung menunjkkan sifat Plastisitas dan kohesi. Kohesi : Sifat daya lekat antara butiran tanah. Plastisitas : Sifat yang meninjukkan bahan berubah bentuk tanpa perubahan volume, dan tanpa kembali ke bentuk aslinya dengan tidak retak. Klasifikasi tanah dapat dilakukan secara visual dan manual maupun cara sistematik di laboratorium. 1.5 Ukuran partikel tanah 1. Ukuran partikel tanah adalah sangat beragam dengan variasi yang cukup besar. Tanah umumnya dapat disebut sebagai: - Kerikil (gravel) dengan simbol G - Pasir (Sand) dengan simbol S - Lanau (Silt) dengan simbol M - Lempung (Clay) dengan simbol C 2. Batasan-batasan ukuran masing-masing jenis tanah (SoilSeparate-Size Limits) sesuai organisasi yang kompeten

15 adalah sebagai berikut: Tabel 1. 1 Tabel Ukuran Masing-Masing Jenis Tanah Nama Golongan Kerikil Pasir Lanau Lempung Massachusetts Institute of Technology (MIT) >2 2 - 0,06 0,06 – 0,002 < 0,002 U.S. Departement of Agriculture (USDA) >2 2 - 0,05 0,05 – 0,002 < 0,002 American Association of State Highway and Transportation Officials (AASHTO) 76,2 – 2 2 - 0,075 0,075 – 0,002 < 0,002 Unified Soil Classification System (USCS) 76,2 - 4,75 4,75 – 0,075 Halus (lanau dan lempung) <0,075 < 0,002

16 Tabel 1. 2 Klasifikasi Butiran Tanah menurut ASTM, AASHTO, USCS, British Soil, and MIT (Sumber: ASTM, AASHTO, USCS, MIT) Keterangan: MIT = Massachusetts Institute of Technology USDA = United State Departement of Agriculture AASHTO = American Association of State Highway and Tranportation Officials USCS = United Soil Classification System ASTM = American Society of Testing an Matrials 1.6 Klasifikasi Tanah Secara sederhana tanah dapat diklasifikasikan secara sederhana di lapangan yaitu dengan cara visual dan manual.

17 1. Butiran Kasar (Kerikil dan Pasir) secara visual Kerikil dan pasir dapat dikenal secara visual. 2. Butiran Halus (Lanau dan Lempung) a) Test Goyangan Ambil sedikit tanah letakkan pada telapak tangan, campurtanah tersebut dengan air hingga rata, pencampuran cukup dengan tangan. Lalu letakkan di atas tangan dan ratakan, kemudian goyang-goyang tanah tersebut dan jumlah goyangan harus dihitung. Apabila 5-10 kali goyangan air sudah keluar ke permukaan tanah, maka tanah termasuk jenis lanau. Apabila goyangan lebih dari 25 kali air baru keluar kepermukaan, maka tanah termasuk jenis lempung. Dan apabila jumlah goyangan antara 11-17 kali, termasuk jenis tanah campuran lanau kelempungan. Jumlah goyangan 18-24 kali, termasuk jenis tanah campuran lempung kelanauan. b) Test Remasan Dari tanah yang digoyang tadi lanjutkan dengan meremas-remas hingga keluar kesela-sela jari tangan, apabila terasa agak kasar maka jenis tanah lanau kelempungan, apabila terasa kasar maka termasuk jenis tanah lanau, apabila kasar kehalusan, maka termasuk jenis tanah lanau kelempungan, apabila halus kekasaran maka termasuk jenis tanah lempung

18 kelanauan, dan apabila terasa halus maka termasuk jenis tanah lempung. c) Test Pencucian Tangan Dari tes remasan dimana tangan masih mengandung tanah, maka dapat dilanjutkan dengan mencuci tangan, apabila tanah ditangan mudah dicuci maka tanah termasuk lanau, apabila tanah yang ada di tangan lengket sulit dicuci maka tanah termasuk jenis lempung, dan apabila sebagian mudah dicuci, sebagian sulit dicuci tanah campuran lanau dan lempung. d) Test Kekuatan Kering Ambil tanah lalu campur dengan air, kemudian bentuk tanah menjadi kotak dengan ukuran 1x1x1 cm, lalu keringkan. Setelah kering hancurkan tanah dengan kekuatan tangan, apabila dengan kekuatan ringan tanah sudah hancur maka tanah campuran lanau dan lempung. Bila menghancurkan tanah harus menekan dengan kuat maka tanah termasuk jenis tanah lempung. e) Test Cutting (Pemotongan) Ambil contoh tanah secukupnya lalu campur dengan air; bentuk tanah sampai kondisinya plastis. Gulung dengan diameter lebih kurang 1-2cm, kemudian iris gulungan tanah basah dengan pisau yang tajam.

19 Apabila rasa irisan kasar dan permukaan potongan tanah juga buram dan kasar; tanah termasuk lanau, apabila rasa irisan kasar kehalusan, tanah campuran lanau dan lempung, dan apabila rasa irisan halus dan pemukaan potongan tanah. f) Test Sedimen (dengan gelas ukur) Siapkan gelas ukur yang volumenya antara 500-1000cc, masukkan contoh tanah secukupnya pada gelas ukur; lalu tambah air hingga volume totalnya sama dengan volume gelas ukur yang dipakai, goyang-goyang hingga butiran tanah dan air benar-benar tercampur, tidak ada lagi pada gelas ukur tersebut hingga airnya kelihatan jernih, semua butiran tanah sudah mengendap. Batas antara satu jenis tanah akan sangat jelas, kemudian ukur tinggi tiap-tiap bagian tanah. Bagian paling bawah adalah tanah pasir misalnya h1, bagian tengan adalah jenis tanah lanau misalnya h2 dan bagian paling atas adalah jenis tanah lempung misalnya h3, bila tinggi total tanah adalah H, maka prosentase masing-masing bagian tanah dapat dihitung. Pasir =(h1/H)x100% Lanau =(h2/H)x100% Lempung =(h3/H)x100%

20

21 BAB 2 HUBUNGAN BERAT DAN VOLUME TANAH 2.1 Hubungan Tiga Fasa Di alam, tanah biasanya terdiri dari tiga komponen yang menjadi satu kesatuan. Komponen tersebut adalah: 1. Pori-pori atau rongga (voids), merupakan ruang terbuka diantara butiran-butian tanah dengan berbagai ukuran. 2. Butiran tanah, bisa berukuran mikroskopis maupun makroskopis atau keduanya. 3. Kelembaban tanah yang menyebabkan tanah terlihat basah, lembab ataupun kering. Jadi secara garis besar tanah terdiri dari dua bagian yaitu butir (solid) dan rongga (void). Solid merupakan partikel tanah, sedangkan void adalah bagian tanah yang dapat terisi oleh air dan udara. Jika bagian void terisi oleh udara saja, maka tanah disebut dalam keadaan kering. Jika bagian void terisi oleh air saja, maka tanah disebut dalam keadaan jenuh. Jika bagian void diisi oleh udara dan air, maka tanah disebut dalam keadaan basah (tidak jenuh). Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.

22 Gambar 2. 1 Diagram fase Tanah Dalam keadaan “normal” kelembaban dapat berupa air yang mengisi rongga atau hanya menyelimuti butir tanah saja. 1. Dalam keadaan rongga terisi penuh air, tanah disebut dalam keadaan jenuh sempurna. 2. Dalam keadaan rongga terisi sebagian oleh air, tanah disebut dalam keadaan basah atau tidak jenuh. 3. Dalam keadaan rongga hanya terisi udara, tanah disebut kering oven. Agar lebih mudah dalam memahaminya, perhatikan Gambar 2.1 dan Gambar 2.2. Elemen tanah mempunyai Volume total (Vt) dan berat total Wt. Berat tanah (Wt) terdiri atas berat butir (Ws), berat air (Ww), dan berat udara (Wa), tetapi berat udara (Wa) adalah 0 (nol).

23 Gambar 2. 2 Hubungan Volume dan Berat Tanah Dengan demikian dapat dibentuk persamaan: = + (2.1) dan = + + (2.2) dengan, = berat butiran padat = berat air = volume butiran padat = volume air = volume udara • Berat Isi Basah ( wet bulk density = γb) Merupakan rasio antara berat dengan volume = (2.3) • Kadar Air (moisture content = w ) Adalah rasio antara berat air dengan berat tanah kering

24 = 100 % (2.4) • Angka Pori (void ratio = e) Adalah perbandingan antara volume rongga dengan volume tanah padat, biasanya dinyatakan dalam decimal. = (2.5) • Porositas (Porosity = n) Merupakan perbandingan dalam persen antara volume rongga dengan volume total. = (2.6) • Derajat Kejenuhan (Degree of Saturation = S) Merupakan perbandingan dalam persen antara volume air dengan volume rongga. = 100% (2.7) Dalam keadaan jenuh sempurna, maka S=100%. • Berat Jenis (Specific Gravity = Gs) Perbandingan a24ntara berat isi butiran padat dengan berat isi air. = = (2.8) Nilai berat jenis Gs partikel tanah ditunjukkan oleh Tabel 2.1.

25 Table 2. 1 Tabel Berat Jenis (GS) • Berat Isi Kering (dry bulk density = γd) =1+ (2.9) • Berat Isi Butiran Padat (γs) = (2.10) Dari persamaan-persamaan tersebut di atas, maka dapat dibentuk hubungan antara masing-masing persamaan sebagai berikut: a) Hubungan antara angka pori dengan porositas: = 1− (2.11) = 1+ (2.12) Macam Tanah Berat Jenis (Gs) Kerikil 2,65 – 2,68 Pasir 2,65 – 2,68 Lanau anorganik 2.62 – 2.68 Lempung organik 2.58- 2.65 Lempung anorganik 2.68 – 2.75 Humus 1.37 Gambut 1.25 – 1.8

26 b) Berat isi basah dinyatakan dalam persamaan: = (1+ ) 1+ (2.13) c) Berat isi jenuh air (S=100%) = ( + ) 1+ (2.14) d) Untuk tanah kering sempurna, berat volume kering dinyatakan oleh persamaan: = 1+ (2.15) e) Bila tanah terendam air, maka berat volume apung atau berat volume efektif dinyatakan sebagai γ’, dengan ′ =( −1) 1+ (2.16) γ’ γsat - γw (2.17) dengan γw = 1 ton/m3 atau 9.81 KN/m3 • Kerapatan Relatif (Relative Density) Kerapatan relatif (Dr) umumnya dipakai untuk menunjukkan tingkat kerapatan tanah granuler (berbutir kasar) di lapangan. Kerapatan relatif dinyatakan dalam persamaan: = − − (2.18) dengan, emaks = kemungkinan angka pori maksimum

27 emin = kemungkinan angka pori minimum e = angka pori pada keadaan aslinya • Kepadatan Relatif (Relative Compaction) Kepadatan relative (Rc) didefinisikan sebagai nilai banding berat volume kering pada kondisi yang ada dengan berat volume kering maksimumnya atau, = ( ) (2.19) Hubungan antara kerapatan relatif dengan kepadatan relatif adalah: = 1− (1− ) (2.20) dengan = (min)/ ( ) Lee dan Singh (1971) memberikan hubungan antara kepadatan relatif dan kerapatan relatif sebagai: = 80 + 0.2 (Dr dalam persen) (2.21) 2.2 Rangkuman Materi Berikut merupakan video rangkuman materi mengerani berat dan volume tanah.

28 Video 1 (VIDEO\Video 1.mp4) Sumber: Dokumen Pribadi 2.3 Contoh Soal 1. Berdasarkan hasil pengujian dari suatu tanah diperoleh nilai porositas (n)= 0.48, Berat Jenis (Gs) = 2.68 dan kadar air (w)= 15%. Tentukan berat air yang harus ditambahkan untuk 13 m3 tanah, supaya tanah menjadi jenuh. Penyelesaian: = 1− = 0. 1−0 48 .48 = 0.92 = (1 + ) 1 + = (1 + 0.15)2.68 1 1 + 0.92 = 1.61 / 3 = ( + ) 1 + = (2.68 + 0.92)1 1 + 0.92 = 1.88 / 3

29 Berat air yang harus ditambahkan per meter kubik: γsat - γb = 1.88 - 1.61 = 0.27 ton Jadi untuk membuat tanah menjadi jenuh, harus ditambahkan air sebesar: Vw = Ww/γw = 0.27/1 = 0.27 m3 2. Suatu contoh tanah dalam kondisi jenuh menghasilkan angka pori = 0.38 dan berat jenis = 2,67. Tentukan berat volume basah dan kadar air tanah tersebut dengan kondisi jenuh ini. Penyelesaian: Contoh tanah dalam kondisi jenuh, maka seluruh ruang pori terisi dengan air. e = Vv / Vs = 0,38 Tapi Vv dan Vs belum diketahui, Pada Gambar 1, anggap Vs = 1. Karena itu, untuk kondisi jenuh Vv = e Vs ; V = Vs + Vv = Vs + e Vs = 1 + 0,38 x 1 = 1,38 Ws = Vs Gs γw = 1 x 2,67 x 1 = 2,67 ton Ww Air Vv=eVs Ws Butiran Vs=1

30 Ww = Vw γw = 0,38 x 1 = 0,38 ton W = Ws + Ww = 2,67 + 0,38 = 3,05 ton γ b = W / V = 3,05 / 1,38 = 2,21 t/m3 w = Ww / Ws = 0,38 / 2,67 = 14.23 % jadi, tanah ini mempunyai berat volume basah 2,21 t/m3 dan kadar air sebesar 14.23 % 3. Pada contoh benda uji asli (undisturbed sample), 0,027 m3 tanah yang diperoleh dari lapangan mempunyai berat 51,6 kg. Berat kering tanah = 42,25 kg. Berapakah berat volume efektif tanah ini, jika tanah terendam di bawah muka air tanah ? Diketahui pula berat jenis = 2,70. Penyelesaian: Vs = Ws Gs γw = 42,25 x 10-3 / (2,7 x 1) = 0,0156 m3 Vv = V - Vs = 0,027 - 0,0156 = 0,0114 m3 e = Vv / Vv = 0,0114 / 0,0156 = 0,73 γ ‘ = ( Gs– 1 ) / ( l + e ) = ( 2,7 – 1 ) / ( l + 0,73 ) = 0,98 t/m3 Jadi, berat efektif tanah ini = γ ‘ = 0,98 t/m3. 4. Suatu contoh tanah tak jenuh yang diambil dari lokasi tanah timbunan, mempunyai kadar air 20% dan berat volume basah 2 g/cm3. Dengan menganggap berat jenis tanah 2,7 dan berat

31 jenis air 1, hitung derajat kejenuhan dari contoh tersebut., Jika tanah kemudian menjadi jenuh, hitung berat volumenya. Penyelesaian: Dengan mengambil berat butiran padat = 1 gram = Ws, Maka berat air = Ww = w x Ws = 0,2 x 1 = 0,2 gram Berat total = W = Ww + Ws = 1 + 0,2 = 1,2 gram. Berat volume basah = W / V = 2 gram / cm3 Maka volume total = V = 1,2 / 2 = 0,6 cm3 Volume udara = Vv= 0,6 - ( Vw - Vs ) = 0,6 – ( 0,2 + 1 / 2,7 ) = 0,03 cm3 Derajat kejenuhan S = Vw / Vs= 0,2 / ( 0,2 + 0,03 ) = 87 % Angka pori e = Vv / Vs = 0,23 / 0,37 = 0,62 5. Dari lokasi pengambilan bahan timbunan, diperoleh data bahwa angka poritanah tersebut 1,2. Kalau jumlah material yang dibutuhkan untuk timbunan 15.000 m3 dengan angka pori 0,8, berapakah jumlah material yang harus disediakan pada lokasi pengambilan ?

32 Penyelesaian: Keadaan di lokasi pengambilan e 2= 1,2 Keadaan lokasi penimbunan e 1= 0,8 Jika V1, adalah volume pada lokasi penimbunan dan V2 adalah volume pada lokasi pengambilan, maka : V1 / V2 = ( 1 + e l ) / ( l + e2 ) Ingat bahwa V = Vs+ Vv = Vs ( 1+ e ). Dalam hal ini Vs tetap konstan. Jadi, tanah yang harus disediakan pada lokasi pengambilan = 18.333 m3. 2.4 Latihan Soal 1. Ketika pemboran sedang dilakukan, didapatkan contoh tanah jenuh dengan minyak tanah. Berat isi jenuh tanah adalah 2,2 gr/cm3. Tentukan kadar pori dan berat isi kering dari tanah itu. Diketahui pula berat jenis butir tanah dan minyak tanah masing-masing 2,65 dan 0,89. 2. Sebuah kotak/wadah yang berkapasitas 1000 m3 di isi penuh dengan pasir lepas dan kemudian dicoba di isi penuh dengan pasir yang dipadatkan. Berat kering pasir yang dari kedua kondisi masing-masing adalah 1520 gr dan 1830 gr.

33 Pasir tersebut mempunyai kadar pori 0,67. Apabila berat jenis pasir adalah 2,65 tentukanlah batas kadar pori dan kepadatan relatifnya. 3. Timbunan tanah yang dipadatkan mempunyai kepadatan kering 1,84 gr/cm3 pada kadar air 15 %. Kepadatan lapangan/ditempat (in situ density) dan kadar air dalam lubang tes bahan (borrow pits) adalah 1,77 gr/cm3 dan 8 %. Berapakah banyaknya galian tanah dibutuhkan (dari daerah borrowpits) untuk timbunan per m3.

34

35 BAB 3 ANALISIS UKURAN BUTIRAN 3.1 Analisis Ukuran Butir Distribusi ukuran butiran kasar ditentukan dengan metode pengayakan (uji saringan). Sedangkan untuk tanah berbutir halus ditentukan dengan metode sedimentasi pengendapan dengan alat Hydrometer a. Metode Pengayakan (Uji Saringan) ASTM D 422 Pada metode ini ayakan yang digunakan adalah susunan saringan dan sampel butiran-butiran kering ditaruh pada ayakan yang paling atas. Kemudian saringan digetarkan dan butiran-butiran akan tertinggal pada masing-masing saringan sesuai dengan ukuran dan persentasenya. Contoh nomor saringan dari standar Amerika dapat dilihat pada Tabel 3.1. Sedangkan contoh perhitungan analisa ayakan dapat dilihat pada Tabel 3.2, dan contoh form grafik distribusi ukuran butir tanah disajikan pada Gambar 3.1.

36 Tabel 3. 1 Saringan Standar Amerika Nomor Saringan Ukuran Lubang (mm) 3 6.35 4 4.75 6 3.35 8 2.36 10 2.00 16 1.18 20 0.85 30 0.60 40 0.42 50 0.30 60 0.25 70 0.21 100 0.15 140 0.106 200 0.075 270 0.053

37 Tabel 3. 2 Contoh Perhitungan Analisa Ayakan (Contoh tanah 500 gr) #No Diameter (mm) Berat Ayak (gr) Berat ayak+ tanah (gr) Berat tanah tertahan (gr) % Tanah Tertahan (gr) % Lolos Kumulatif 1 2 3 4 5 (4-3) 6 (5/total tnh) x 100% 7 (100%-% Tertahan pada ayakan ybs) 4 4,750 220 300 80 16 84 30 0,600 235 310 75 15 69 60 0,250 215 300 85 17 52 80 0,180 240 310 70 14 38 100 0,150 230 290 60 12 26 140 0,106 220 285 65 13 13 200 0,075 225 270 45 9 4 pan - 280 300 20 4 0

38 LABORATORIUM MEKANIKA TANAH Proyek : Diuji Oleh : JURUSAN TEKNIK SIPIL Lokasi : Nama : POLITEKNIK NEGERI JAKARTA No. Titik : Kelompok : No. Sample : Kelas : Kedalaman : Tanggal Uji : HASIL PEMERIKSAAN No. # ( mm ) % LOLOS NO. 4 4,75 NO. 10 2,00 NO. 20 0,840 NO. 40 0,425 NO. 60 0,250 NO. 100 0,150 NO. 200 0,075 Diskripsi Tanah : Cu = D60/D10 = …………………… Cc = D30 2/(D10*D60) = …………… IP = …………….. Klasifikasi Tanah : ……………… System : Unified Soil Classification Saringan (US. Standard) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0.001 0.01 0.1 1 10 % LOLOS SARINGAN DIAMETER BUTIRAN (mm) DISTRIBUTSI UKURAN BUTIR Gambar 3.1 Contoh Form Distribusi Ukuran Butir Tanah b. Metode Sedimentasi (Hydrometer) Pengujian ini diperlukan untuk menentukan gradasi butirbutir halus (< 0,075 mm) atau ukuran butir yang lolos saringan No. 200. Penentuan distribusi butirannya berdasarkan pada hukum Stokes yang berbunyi: Butir-butir partikel mengendap dengan kecepatan konstan. Alat yang digunakan: Hidrometer (alat untuk mengukur berat volume cairan, jika dicelupkan dalam cairan akan terapung berdiri. Berat volume terbaca pada skala dipermukaan cairan.

39 Gambar 3. 1 Alat yang digunakan dalam pengujian Hidrometer Percobaan hidrometer dilakukan dalam gelas ukur yang mempunyai volume 1000 ml, tinggi 457,2 mm (18 inci), diameter 63,5 mm (2,5 inci). Contoh tanah seberat 50 gram kering oven dilarutkan ke dalam air destilasi yang dicampur dengan bahan pendeflokulasi (deflocculating agent) yang dapat berupa Sodium Hexametaphosphate), agar partikelpartikel tanah menjadi bagian yang terpisah satu dengan lainnya. (Tanah+Deflocculating Agent+Air=1000ml). Alat hidrometer dimasukan pada larutan dan dicatat waktu (t), serta tinggi (L). Pencatatan dilakukan pada 0,5; 1; 2; 4; 8; 16; 32; 64;…… dst menit, hingga seluruh butiran mengendap dan airnya tampak sudah jernih. Dengan mengetahui jumlah tanah didalam larutan, L dan t, kita dapat menghitung persentase berat dari tanah yang lebih halus dari diameter yang ditentukan.

40 Perhatikan bahwa L adalah kedalaman yang diukur dari permukaan air terhadap pusat berat bola kaca dari alat hidrometer dimana kekentalan larutan diukur. Gambar 3. 2 Pembacaan hydrometer Alat yang digunakan: Hydrometer (alat untuk mengukur berat volume cairan, jika dicelupkan dalam cairan akan terapung berdiri). Berat volume terbaca pada skala dipermukaan cairan.

41 Gambar 3. 3 Dimensi dan istilah dalam pengujian Hydrometer Untuk mudahnya dapat dianggap bahwa semua partikel tanah itu berbentuk bola (bulat) dan kecepatan mengendap dari partikel-partikel tersebut dapat dinyatakan dalam Hukum Stokes: v=(γs-γw) x D²/18µ (3.1) dimana: v = kecepatan mengendap γs = berat volume partikel tanah γw = berat volume air = 1gr/cm³ D = diameter partikel tanah µ = kekentalan suspense Persamaan (1) dapat diubah menjadi:

42 ( ) ( ) ( ) menit t D mm K L cm = 1 30 − = s G K µ Jika satuan dari µ adalah (g.dt)/cm2, γ w g/cm3, L dalam cm, t dalam menit dan D dalam mm, maka: dengan menganggap γw = 1 gr/cm3 , (3.2) Harga K merupakan fungsi dari Gs dan µ, yang tergantung pada tempat uji. Pada tabel dibawah diberikan variasi harga t L D s w s w γ γ µ γ γ µν − = − = 18 18 ( ) t L G w s γ µ 1 18 − = ( ) ( ) { } ( ) ( ) ( ) ( )60 / 1 . / 18 10 3 3 menit t L cm gr cm Gs g dt cm D mm w γ µ − = ( ) t L Gs D w γ µ 1 30 − =

43 K yang tergantung temperatur harga Gs. Tabel 3. 3 Values of K for several unit weight of soil solid and temperature combination

44 Tabel 3. 4 Table Pengukuran hydrometer

45 Tabel 3. 5 Grain Diameter, mm Tipe Kurva yang mungkin: 1. Bergradasi Buruk (Poorly graded soil) a. Jika butiran besar maupun kecil ada, tapi dengan pembagian butiran yang relatif rendah pada ukuran sedang. (gradasi senjang atau gap graded) b. Jika jumlah berat butiran sebagian besar mengelompokkan di dalam batas interval diameter butir yang sempit (gradasi seragam atau uniform graded)

46 2. Bergradasi Baik (Well graded) Jika distribusi ukuran butirannya tersebar meluas (pada ukuran butirannya) Dari hasil pengayakan berupa tabel, kemudian dicari presentasi komulatifnya dan digambarkan menjadi grafik gradasi butir. Setiap satu sampel tanah mempunyai satu kurva. Gambar 3. 4 Grafik Analisis Saringan Kemiringan dan bentuk umum dari kurva distribusi butiran digambarkan oleh koefisien keseragaman dan koefisien gradasi. Koefisien keseragaman (coefficient of uniformity) Cu (3.3) 60 10 u C D D =

47 Keterangan: D60 = 60 % dari berat butiran total berdiameter kurang dari D60 D10 = 10 % dari berat butiran total berdiameter kurang dari D10 Cu > 4 tanah bergradasi baik untuk kerikil Cu > 6 tanah bergradasi baik untuk pasir Cu >15 adalah tanah bergradasi sangat baik Koefisien kelengkungan (coefficient of curvature) Cc (3.4) Keterangan: D30 = diameter butir yang lolos saringan sebanyak 30 persen Cc = 1 - 3 adalah tanah yang memiliki gradasi baik jika Cu > 4 untuk kerikil Cu > 6 untuk pasir 3.2 Rangkuman Materi Berikut merupakan video pengujian analisis ukuran butir yang dapat dipelajari lebih lanjut. 2 30 10 60 c C D D D = ×

48 Video 2 (VIDEO\Video 2.mp4) Sumber: Dokumen pribadi 3.3 Contoh Soal 1. Dari diagram distribusi butiran Gambar di bawah ini, tentukan D10, Cu dan Cc, untuk tiap kurvanya. Penyelesaian: (a). Tanah A: Tanah ini termasuk bergradasi baik terlihat dari bentuk kurvanya. D10 = 0,02 mm; D30= 0,6 mm; D60 = 8,5 mm

49 Karena Cu > 15 dan Cu antara 1 dan 3, tanah ini benar bergradasi baik. (b) Tanah B: Tanah ini bergradasi buruk kalau dilihat dari bentuk kurvanya. D10 = 0,021 mm; D60 = 1 mm

50 Walau menurut kriteria koefisien keseragaman tanah ini bergradasi baik, tapi karena tidak memenuhi kriteria koefisien gradasi (Cc = 0,076 < 1), maka tanah ini masuk golongan gradasi buruk. (c) Tanah C: Tanah ini termasuk tanah seragam (uniform) kalau dilihat dari bentuk kurvanya. D10 = 0,35 mm ; D60 = 0,80 mm Walaupun Cc < 1, tapi karena Cu sangat kecil, maka tanah ini masuk golongan gradasi buruk. 2. Hasil pengujian analisis saringan adalah sebagai berikut : Diameter lubang ( mm ) Berat butiran yang tinggal ( gram ) 4,75 2,36 1,18 0,60 0,30 0,21 0,15 0,075 0,0 8,0 7,0 11,0 21,0 63,0 48,0 14,0

51 Dari pengujian hidrometer diperoleh data sebagai berikut : Diameter butiran (mm) Berat butiran (gram) 0,06 − 0,02 0,02 − 0,006 0,006 − 0,002 lebih kecil 0,002 2 1 0 0 Gambarkan kurva distribusi ukuranbutiran, D10 dan nilai koefisien keseragaman (Cu)! Bagaimana dengan gradasinya? Penyelesaian:

52 Dari diagram distribusi butiran dapat dilihat: D10 = 0,15 mm D30 = 0,18 mm D60 = 0,26 mm Maka, tanah bergradasi buruk. Diameter lubang ( mm ) Berat butiran yang tinggal ( gram ) % tinggal % lolos 4,75 2,36 1,18 0,60 0,30 0,21 0,15 0,075 0,0 8,0 7,0 11,0 21,0 63,0 48,0 14,0 0,0 4,6 4,0 6,3 12,0 36,0 27,4 8,0 100 95,4 91,4 85,1 73,1 37,1 9,7 1,7 0,02 0,006 0,006 − 0,002 lebih kecil 0,002 2,0 1,0 0 0 1,1 0,6 − − 0,6 − − −

53 3.4 Latihan Soal 1. Hasil pengujian analisa saringan untuk dua jenis tanah adalah : Ukuran Saringan (mm) Berat tanah tertahan (gr) Contoh A (gr) Contoh B (gr) 4.75 15 0.0 2.36 25 8.0 1.18 31 7.0 0.60 27 11.0 0.30 47 21.0 0.21 38 63.0 0.15 22 48.0 0.075 21 14.0 pan 21 3.0 a. Gambarkan gradasi butirannya ! b. Hitung D10, Cu, dan Cc tanah tersebut. 2. Contoh tanah kering oven berat 50 gram dianalisa dengan analisa hydrometer. Pembacaan hydrometer pada campuran tanah 1000 ml air pada 15 menit setelah tes dimulai adalah 24.5. Koreksi meniscus (kecekungan permukaan air) = +0.5. Berat jenis tanah (Gs) = 2.7 dan nilai viskositas air = 0.009 poise. Tentukan diameter partikel yang mengendap terlebih dahulu setelah selang waktu 30 menit dihitung sejak pengujian dimulai.

54 3. Tentukan batas cair (LL) untuk data uji batas cair berikut: Jumlah Ketukan Kadar Air (%) 48 16 34 17 20 20 12 22 4. Diketahui batas Atterberg suatu contoh adalah: LL = 68%, Pl = 40%, dan SL = 20%. Jika contoh tanah menyusut dari volume 10 cm3 pada keadaan LL menjadi 6.0 cm3 pada keadaan kering oven, maka tentukan besarnya “Shrinkage Ratio”.

55 BAB 4 BATAS-BATAS ATTERBERG 4.1 Batas Batas Atterberg Apabila butiran tanah menyatu pada saat kering sehingga diperlukan gaya untuk memisahkannya, maka tanah tersebut dikatakan sebagai tanah kohesif. Apabila butiran individual tanah tersebut terpisah-pisah, sedangkan dalam keadaan basah hanya menempel saja, maka tanah tersebut dikatakan sebagai tanah nonkohesif. Tanah kohesif dapat berada pada beberapa keadaan, yaitu nonplastis, plastis dan berupa cairan kental, tergantung dari banyaknya air yang ada pada tanah tersebut. Keadaan tersebut tidak dijumpai pada tanah non kohesif Seorang berkebangsaan Swedia, A. Atterberg (1911) mengusulkan lima kondisi tanah kohesif, yang akhirnya oleh ahli Mekanika Tanah lainnya, A. Casagrande direvisi dan secara luas diakui menjadi Batas-batas Atterberg. Dengan semakin banyaknya kadar air pada tanah kohesif, tanah akan berada pada tiga tingkatan, yaitu:

56 Gambar 4. 1 Batas-Batas Atterberg Tanah non kohesif tidak mempunyai batas yang tegas antara keadaan plastis dan nonplastis, karena tanah jenis ini memang tidak plastis untuk semua kadar air. Pada keadaan basah tanah nonkohesif terlihat saling menempel, dan ini biasa disebut sebagai kohesi semu dan akan hilang setelah tanah menjadi kering atau benar-benar jenuh. Konsistensi tanah: Suatu kondisi fisik dari suatu tanah berbutir halus pada kadar air tertentu. Plastisitas merupakan karakteristik dari tanah berbutir halus (lempung) yang sangat penting. Plastisitas menggambarkan kemampuan tanah untuk berdeformasi pada volume yang tetap tanpa retakan atau remahan). 1. Batas Cair (Liquid Limit) = LL/WL Batas Cair merupakan kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis (lihat Gambar 4.1).

57 Pengujian yang biasa dilakukan untuk menentukan nilai batas cair adalah uji Casagrande (1948). Peralatan uji batas cair ini dapat dilihat pada Gambar 4.2. Contoh tanah dimasukkan ke dalam cawan dengan tinggi kirakira 8 mm dan diratakan. Buatlah alur dengan jalan menekan grooving tool pada tanah yang diuji sepanjang diameternya. Pada waktu membuat alur, posisi grooving tool harus tegak lurus permukaan mangkok. Putar handle pada alat cassagrande dengan kecepatan 2 kali putaran per detik sehingga kedua sisi alur akan merapat sepanjang 12.7 mm. Persentase kadar air yang dibutuhkan untuk menutup celah sepanjang 12.7 mm, sesudah 25 kali pukulan, didefinisikan sebagai batas cair tanah. Karena sulitnya untuk menepatkan 25 pukulan tepat tanah berimpit, maka perlu dilakukan paling tidak 4 percobaan dengan kadar air yang berbeda-beda, sehingga didapatkan 4 jumlah pukulan yang berbeda pula. Contoh form pengujian batas cair dapat dilihat pada Tabel 4.2. Dari empat percobaan tersebut diharapkan di bawah 25 pukulan 2 contoh dan di atas 25 pukulan 2 contoh. Selanjutnya dari 4 percobaan tersebut digambar hubungan antara kadar air dan jumlah pukulan (N blows) pada kertas semi log, hubungan antara kadar air dan log N dapat dianggap sebagai suatu garis lurus, garis lurus tersebut dinamakan sebagai kurva aliran (flow

58 curve). Kadar air yang bersesuaian dengan N = 25, yang ditentukan dari kurva aliran adalah kadar air dari tanah yang bersangkutan. Kemiringan dari garis aliran (flow line) didefinisikan sebagai indeks aliran (flow index) dan dapat ditulis sebagai berikut: If = (w1 –w2) / log (N2/N1) (4.1) dimana: If : Indeks aliran w1 : Kadar air, dalam persen dari tanah yang bersesuaian dengan jumlah pukulan N1 w2 : Kadar air, dalam persen dari tanah yang bersesuaian dengan jumlah pukulan N2 Metode Satu Titik (One Point Methode) Hasil analisis dari beberapa uji batas cair US Waterways Experiment Station, Vicksburg, Mississippi 1949. Diajukan rumus empiris untuk menentukan batas cair, yaitu: = �2 5�tan (4.2) N = Jumlah ketukan (diharuskan antara 20-30 pukulan) wN = Kadar air, pada jumlah pukulan N. tgβ = 0,121, harga tersebut merupakan hasil penelitian pada kebanyakan tanah. (tidak semua tanah mempunyai harga tgβ =0,121)

59 Tabel 4.1 berikut memberikan nilai (N/25)0.121 dari ketukan 20 sampai 30. Tabel 4. 1 Harga (N/25)0.121 Tabel Harga-Harga (N/25)0.121 N (N/25)0.121 20 0.973 21 0.979 22 0.985 23 0.990 24 0.995 25 1.000 26 1.005 27 1.009 28 1.014 29 1.018 30 1.022

60 Gambar 4. 2 Alat Uji Batas Cair Tabel 4. 2 Contoh Form Pengujian Batas Cair (LL)

61 2. Batas Plastis (Plastic Limit) Batas Plastis (PL) didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air dimana tanah dengan diameter silinder 3,2 mm (1/8 inchi) mulai retak-retak ketika digulung. Contoh tanah kering yang lolos saringan 0.425 mm disiapkan lebih kurang 20gram dan dicampur dengan air suling. Buatlah bola-bola dari benda uji tersebut dengan diameter 1 cm. Kemudian bola-bola tanah tersebut digelemg-gelengkan di atas plat kaca. Penggelengan dilakukan dengan telapak tangan dengan kecepatan 80 – 90 per menit. Penggelengan dilakukan sampai terjadi retakan tepat pada saat benda uji membentuk batang dengan diameter 3.2 mm lihat Gambar 4.3. Form pengujian batas plastis dapat dilihat pada Tabel 4.3. Hasil pengujian batas cair dan batas plastis biasanya dibuat seperti pada Tabel 4.4. Gambar 4. 3 Pengujian Plastic Limit

62 Tabel 4. 3 Form Pengujian Kadar Air Batas Plastis (PL) Tabel 4. 4 Tabel Liquid Limit LIQUID LIMIT PLASTIC LIMIT TEST TEST TEST NO. OF TEST WATER NO. BLOWS NO. CONTENT 1 6 61.13 % 5 23.75 % 2 15 53.73 % 6 24.85 % 3 27 47.24 % % 4 39 43.53 % 24.30 % LQUID LIMIT wL : 48.06 % PLASTC LIMIT wP : 24.30 % PLASTICITY INDEX IP : 23.76 % N O T E : WATER CONTENT MEAN VALUE Flow Graph 40 45 50 55 60 65 1 10 100 Number of Blows Water Content (%)

63 Indeks Plastisitas (Plasticity Index) PI = LL – PL (4.3) Tabel 4. 5 Indeks Plastisitas PI Sifat Macam Tanah Kohesi 0 Non Plastis Pasir Non Kohesif <7 Plastisitas Lanau Kohesif Sebagian 7 – 17 Plastisitas Sedang Lempung berlanau Kohesif >17 Plastisitas Tinggi Lempung Kohesif Indeks Cair (Liquidity Index) (4.4) 3. Batas Susut (Shrinkage Limit) Batas Susut (SL) didefinisikan sebagai kadar air pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air dimana pengurangan kadar air selanjutnya tidak mengakibatkan perubahan volume tanah. w PL LI LL PL − = −

64 Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi dengan pelumas dan diisi dengan tanah jenuh sempurna. Kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dengan air raksa. (4.5) dimana, m1 = Massa tanah basah m1 = Massa tanah kering V1 = Volume tanah awal Vf = Volume tanah kering w = Kerapatan air gr/cm3 Gambar 4. 4 Perbedaan Volume Tanah Sebelum di Oven 4.2 Rangkuman Materi Berikut merupakan video pengujian batas plastis dan batas cair yang dapat dipelajari lebih lanjut.

65 Video 3 Sumber: Dokumen Pribadi Video 4 Sumber: Dokumen Pribadi

66 4.3 Contoh Soal 1. Beberapa percobaan penentuan batas-batas konsistensi, menghasilkan data sebagai berikut : Benda uji 1 2 3 4 Jumlah pukulan Berat tanah basah + cawan (gram) Berat tanah kering + cawan (gram) Berat cawan (gram) 12 28,15 24,20 15,30 17 23,22 20,89 15,10 23 23,20 20,89 15,20 28 23,18 20,90 15,00 Tentukan batas cair, indeks plastis (PI) dan indeks (LI) tanah tersebut! Anggap PL = 20%, WN = 38%. Penyelesaian: Contoh benda uji Hasil kadar air (w) dan jumlah pukulan digambarkan pada diagram batas cair pada Gambar C.5. Dari gambar diagram ini, pada 25 x pukulan diperoleh kadar air 39%. Jadi, batas cair LL = 39%.

67 Indeks plastis (PI) = LL - PL = (39 – 20) % = 19 %. Indeks Cair (LI) = Gambar 4. 5 Hubungan Kadar Air dan Jumlah Pukulan 2. Lempung jenuh berbentuk kubus mempunyai volume 1 m3 dengan berat jenis = 2,7 dan batas susut (SL) = 12%. Lempung mempunyai kadar air 20%, dikeringkan di bawah sinar matahari sampai mencapai kadar air 3%. Anggap lempung ini adalah homogen dan isotropis, tentukan tinggi kubus lempung setelah kering. Penyelesaian: Karena batas susut adalah batas kadar air di mana tanah tidak mengalami pengurangan volume lagi, maka tinggi kubus setelah kering akan diperhitungkan terhadap kadar air pada batas susutnya, yaitu pada kadar air 12%.

RkJQdWJsaXNoZXIy MTM3NDc5MQ==